JAKARTA – Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dinilai oleh kalangan dewan belum memiliki progras signifikan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono menilai, Kementrian LHK program-program yang dijalani pada 2021 tidak memiliki proges untuk kepentingan masyarakat. Sehihgga perlu ada perbaikan dari KLHK.
‘’Jadi saya minta ini diperbaiki sebelum menjalankan program untuk tahun depan,’’kata Ono kepada wartawan, Rabu, (24/11).
Menurutnya, salah satu yang menjadi ganjalan adalah terkait peraturan menteri terkait galian C di kawasan Perhutani.
Sebab, di wilayah Indramayu ada galian C yang diberhentikan dahulu mengingat belum adanya aturan resmi terkait hal tersebut.
“Saya dengar masih disegel, tapi saya belum cek ke lapangan, apakah terjadi kembali aktivitas atau tidak, tapi informasinya segelnya belum dicabut,” ucapnya.
Selain itu, Ono mengaku belum mendapat progres terkait perusahaan yang telah mengajukan lahan pengganti atau kompensasi.
Hal ini menjadi perhatian, lantaran berpotensi menjadi konflik horizontal bila tidak dilakukan sesegera mungkin. Salah satu yang sudah mengajukan adalah PT Antam di Garut.
‘’Jadi saya minta yang lain bagaimana progresnya? Saya ingin laporan perkembangannya, jangan terus diulur-ulur,’’cetus Ono.
Ketua DPD PDIP jabar ini mengatakan, sejauh ini banyak perusahaan menunggu aturan untuk menjadi Penerimaa Negara Bukan Pajak (PNBP) kompensasi bukan menyiapkan lahan pengganti.
Ono mendorong hal ini harus segera dituntaskan karena berpotensi menimbulkan konflik lahan. Sebab,konflik lahan sempat terjadi dan menimbulkan korban dari masyarakat di Indramayu.
Kasus bermula dari lahan tebu PG Jatitujuh yang dulunya adalah kawasan hutan dan dikelola oleh PT Perhutani.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan PG Jatitujuh wajib memberikan lahan pengganti. Tetapi, lahan pengganti itu tidak pernah diberikan sampai dengan habisnya masa HGU.
Saat itu muncul reaksi dari masyarakat menuntut PG Jatitujuh untuk segera memberikan lahan pengganti atau HGU lahan tebu dicabut dan lahan tebu itu dijadikan hutan kembali.
Pemerintah pusat khususnya KLHK sebetulnya mempunyai kewenangan terhadap lahan pengganti atau perubahan fungsi hutan.
Bahkan dipastikan sudah mengetahui permasalahan ini sejak lama termasuk potensi-potensi konflik antara PG Jatitujuh dan masyarakat.