JAKARTA – Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menjadi sorotan atas tidak bisa berkibarnya bendera Merah Putih saat Indonesia menjuarai Piala Thomas pada Minggu (17/10) malam di Aarhus, Denmark. Absennya Merah Putih itu merupakan dampak dari sanksi World Anti-Doping Agency/WADA (Badan Antidoping Dunia) kepada Indonesia.
Seharusnya pengibaran bendera negara setelah memenangi sebuah kejuaraan olahraga menjadi momen sakral nan membanggakan.
Terlebih bagi atlet. Namun, tim bulu tangkis Indonesia yang baru saja mengakhiri penantian 19 tahun untuk kembali mengangkat trofi Piala Thomas tidak bisa merasakannya.
Marleve Mainaky, mantan pebulu tangkis nasional yang pernah meraih Piala Thomas tiga kali (1998, 2000, dan 2002), bisa merasakan kebahagiaan yang kurang lengkap bagi skuad Indonesia tahun ini. ”Kami ke luar negeri bertanding dan membawa nama Indonesia. Kalau bendera Merah Putih tidak bisa dikibarkan, ya buat apa?” cetusnya kepada Jawa Pos kemarin (18/10).
Marleve menyayangkan kejadian tersebut. Karena itu, dia mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus itu dengan serius. Bertanding kemudian menang, menurut Marleve, adalah momen tidak terlupakan.
”Momen hormat sama bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya itu membanggakan, apalagi setelah menunggu 19 tahun. Lalu momen itu hilang. Itu yang dari kami, para mantan pemain, pertanyakan ke pemerintah,” lanjutnya.
Candra Wijaya, mantan ganda putra nasional, sedih tidak bisa melihat bendera Merah Putih berkibar di Ceres Arena, Aarhus. Padahal, gelar yang diraih mengakhiri dahaga untuk membawa pulang Piala Thomas. ”Siapa harus tanggung jawab?” ucapnya.
Kali terakhir Indonesia juara Thomas Cup pada 2002 di Guangzhou, Tiongkok. Saat itu Candra bermain dan berpasangan dengan Sigit Budiarto. Mereka menjadi andalan sebagai MD1 dan menyumbang poin dengan mengalahkan pasangan Malaysia Chan Chong Ming/Chew Choon Eng. Di final Indonesia menang 3-2 atas Malaysia.
Candra berharap ke depan semua pihak lebih bersinergi dengan baik. Apalagi, kejadian di Piala Thomas memperlihatkan fakta bahwa pemerintah tidak konsisten. ”Dalam hal ini, entah itu kelalaian, entah itu menganggap tidak penting, atau tidak urgen. Mungkin jadi kebiasaan ya,” keluh peraih emas Olimpiade Sydney 2000 tersebut.