Gangguan Mental dan Depresi Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Ancaman kesehatan mental yang terjadi pada anak dan remaja di masa pandemi juga mendapat perhatian dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) yang dalam laporan utama dirilis pada 5 Oktober 2021 memperingatkan bahwa anak-anak dan remaja berpotensi mengalami dampak jangka panjang dari Covid-19 terhadap kesehatan mental mereka.

Menurut laporan berjudul The State of the World’s Children 2021; On My Mind: promoting, protecting and caring for children’s mental health – laporan Unicef yang paling komprehensif tentang kesehatan mental anak-anak, remaja, dan pengasuh mereka di abad ke-21.

Berdasarkan data terbaru, diperkirakan terdapat lebih dari satu hingga tujuh remaja berusia 10-19 tahun di dunia yang hidup dengan diagnosis gangguan mental.

Setiap tahun, tindakan bunuh diri merenggut nyawa hampir 46.000 anak muda. Sayangnya, masih terdapat kesenjangan besar antara kebutuhan untuk mengatasi masalah kesehatan mental dengan pendanaan yang tersedia.

Laporan tersebut menemukan bahwa secara global, anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk kesehatan mental hanya mencapai dua persen.

Sementara itu, laporan tersebut juga merilis hampir satu di antara tiga anak muda di Indonesia (29 persen) dilaporkan sering merasa tertekan atau memiliki sedikit minat dalam melakukan sesuatu.

“Waktu 18 bulan terakhir terasa sangat, amat berat bagi kita dan terutama bagi anak-anak. Peraturan karantina nasional dan pembatasan mobilitas karena pandemi menyebabkan anak-anak harus menghabiskan waktu-waktu yang berharga dalam kehidupan mereka terpisah dari keluarga, teman, sekolah, dan kesempatan bermain, padahal semua hal ini penting bagi masa kanak-kanak,” ujar Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.

Membenani

Remaja dan orang dewasa menghadapi pandemi yang panjang bukan tidak hanya dengan kecewa, namun juga kecemasan dan perasaan terisolasi yang membebani terhadap perubahan hidup akibat wabah yang belum bisa diprediksi kapan berakhir.

Pandemi membuat orang harus melakukan banyak aktivitas dari rumah. Meski saat ini peraturan pembatasan sosial sudah lebih longgar namun sebagian besar masyarakat masih memilih untuk bekerja dan belajar dari rumah, belum mengagendakan liburan, dan bahkan mulai merasa nyaman dengan pemanfaatan layanan serba daring cukup juga dari rumah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan