JAKARTA – Mila Machmudah melalui kuasa hukumnya Edi Prastio resmi mengadukan Rizky Billar ke Polda Metro Jaya tadi malam Kamis (7/10) karena dianggap melakukan kebohongan publik.
Rizky Billar dilaporkan ke polisi dengan Pasal 266 dan UU No. 1 Tahun 1946 terkait peraturan hukum pidana, Pasal 14 dan Pasal 15.
Dalam UU No. 1 thn 1946 terkait peraturan hukum pidana Pasal 14 menyatakan. “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.”
“(2). Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”
Sementara Pasal 15 berbunyi. “Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.”
Dianggap Lakukan Kebohongan Publik, Rizky Diminta Akui Kesalahan
Mila masih memberikan kesempatan kepada Rizky Billar untuk meminta maaf ke publik karena telah melakukan kebohongan publik. Jika hal ini dilakukan, maka Mila berjanji tidak akan memperpanjang permasalahan di ranah hukum. Karena niatnya untuk membuat edukasi ke publik sudah terpenuhi.
Akan tetapi apabila Rizky Billar tetap tidak meminta maaf ke publik, Edi Prastio menyatakan proses hukum akan tetap berjalan sesuai semestinya.
“Kerugian itu tidak hanya materi. Kerugian itu juga non materi. Dan frekuensi yang digunakan adalah frekuensi milik publik,” kata Edi Prastio, pengacara Mila Machmudah di Polda Metro Jaya.
Dalam pengaduan ini, pihak Mila Machmudah menyertakan bukti. Berupa acara yang diunggah oleh 2 stasiun televisi swasta, fatwa MUI, dan pandangan bahsul masail PBNU.
“Nikah sirinya enggak bermasalah sih karena memang boleh. Yang kita permasalahkan teknis pencatatannya. Nasab anak yang lahir nanti ke siapa,” tutur Edi Prastio. (jawapos)