JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menuturkan, generasi muda Indonesia kehilangan masa belajar sampai 1,2 tahun. Hal itu didapatkan dari analisa kementeriannya dan World Bank.
“Kita melihat dan menganalisa baik dari Kemendikbudristek maupun Bank dunia dan lainnya telah menemukan bahwa ada kemungkinan besar kita kehilangan antara 0,8 sampai 1,2 tahun pembelajaran,” jelas Nadiem dalam webinar Bangkit Bareng, Selasa (28/9).
Kata dia, satu generasi kehilangan lebih dari setahun daripada pembelajaran di masa ini. Untuk itu, tentunya harus dilakukan pendalaman dan pengkajian guna melihat dampaknya seperti apa.
“Apakah dampaknya akan permanen atau tidak, tapi salah satu hal yang menjadi kekhawatiran sekarang adalah kalau misalnya ini PJJ terus berlangsung seberapa permanen dampak,” ujarnya.
Bahkan bukan hanya dampak dari learning loss, tapi juga ada dampak lain yang sama potensi risikonya, yaitu dampak psikis daripada murid-murid. Sebab, mereka kesepian yang dikhawatirkan juga memiliki emosional trauma dari situasi pandemi.
“Orang tua juga stres di rumah dan menyebabkan berbagai macam isu antara orang tua dan anak-anaknya. Jadi ini dampak psikologis, kesepian itu juga menjadi bagian dari pada kemampuan anak-anak kita untuk menjadi terbuka terhadap pembelajaran,” jelas Nadiem.
Mengenai ketertinggalan ini, peran pendidik akan menjadi vital. Dalam pemulihan pembelajaran, para guru tidak boleh memaksa mengejar semua kurikulum atau standar pencapaian karena itu tak efektif.
“Tidak mungkin kita akan bisa mengejar ketertinggalan kita kalau guru-gurunya pun tidak punya diskresi untuk memilih saya mau fokus di sini, saya fokus mana yang paling conditional, mana yang paling ketinggalan dan lain-lain, jadi ini logika sangat sederhana ya kalau kita ngejar semuanya, kita nggak bisa ngejar ketertinggalan,” pungkas dia. (jawapos.com)