JAKARTA – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono mengungkapkan, 57 pegawai yang akan dipecat dari KPK tidak akan mengantongi pesangon dan dana pensiun. Mereka hanya akan mendapatkan tunjangan hari tua dan iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Dalam Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK tentang Pemberhentian Dengan Hormat Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan, diktum poin kedua bahwa pegawai yang dipecat akan diberikan tunjangan hari tua dan manfaat BPJS Ketenagakerjaan.
“57 pegawai KPK yang dipecat itu tanpa pesangon dan pensiun sama sekali. Tetapi SK pemecatan ketua KPK ini berbunyi seakan mereka memberikan tunjangan, padahal itu adalah tabungan kita sendiri dalam bentuk tunjangan hari tua dan BPJS,” kata Giri dikonfirmasi, Senin (20/9).
Dia lantas membandingkan, pekerja swasta atau buruh pabrik pun masih mendapat pesangon ketika dipecat atau diberhentikan dari KPK. Dia menyesalkan, hal ini mengapa terjadi kepada 57 pegawai nonaktif KPK.
“Buruh pabrik pun masih dapat pesangon, tidak untuk 57,” papar Giri.
Menurut Giri, kinerja pemberantasan korupsi kini dicampakkan. Padahal 57 pegawai KPK telah berjasa menyelamatkan uang negara dari koruptor. Menurutnya, janji menyalurkan ke BUMN pun dinilai hanya permainan.
“Tetapi gelagat seakan mereka melakukan kebaikan dengan memberikan tunjangan hari tua dan disalurkan ke BUMN, hanya akal bulus belaka,” ungkap Giri.
Terpisah, Ketua KPK Firli Bahuri tidak menanggapi konfirmasi yang dilayangkan JawaPos.com terkait pernyataan Giri Suprapdiono tersebut. Meski demikian, Firli secara tegas telah menyatakan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK dilakukan karena asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dilakukan secara konstitusional dan tidak melanggar Undang-Undang.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini pun membantah, pihaknya mempercepat pemecatan terhadap Novel Baswedan Cs yang seharusnya pada 1 November 2021, kini maju pada 30 September 2021. Dia mengutarakan, pemecatan boleh dilakukan sebelum batas maksimal proses alih status rampung berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Oleh karena itu, Firli menegaskan pihaknya akan kembali menindaklanjuti asesmen TWK yang merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).