Tertimpa reruntuhan bangunan saat peristiwa longsor Sumedang membuat tulang Rismana hancur, namun mirisnya bantuan dari pemerintah sudah lama terhenti
Rismana, 33, menjadi saksi nyata mengerikannya musibah bencana longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Tubuhnya tertimpa reruntuhan sehingga membuat tulang-tulannya patah bahkan hancur. Mirisnya, jangankan pengobatan sampai pulih oleh pemerintah, bantuan saja sudah lama terhenti.
Yanuar Baswata., Sumedang
Pasca bencana alam longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang kini memasuki bulan ketujuh.
Peristiwa naas yang menelan 40 korban jiwa meninggal tersebut hingga kini masih banyak yang belum terselesaikan, di antaranya soal kejelasan tempat serta kapan dimulainya relokasi belum ada titik terang.
Disamping itu, terselip kisah miris seorang korban akibat peristiwa naas yang terjadi pada 9 Januari 2021 lalu tersebut.
Kisah Rismana, 33, warga Dusun Cipareuag Peuntas, RT02 RW05, Desa Sukadana, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Ia menjadi saksi nyata betapa mengerikannya peristiwa musibah longsor saat itu.
Bahkan Rismana menjadi korban longsor, dirinya tertimpa reruntuhan yang mengakibatkan mata kaki sebelah kiri hancur, persendian telapak kaki kiri patah dan tulang bahu yang terpisah sehingga perlu dipasang besi atau perawatan terapi secara rutin dengan waktu yang lama.
Ketika Jabar Ekspres menemui Rismana di kediamannya, ia terlihat mengenakan baju lusuh berwarna biru tengah duduk di atas kursi sambil menahan rasa sakit benda asing yang ada di bahu kanannya.
Kepada Jabar Ekspres Rismana mengaku, sudah lama dirinya tidak mendapat kiriman bantuan dari pemerintah.
“Belum dapat bantuan lagi dari terakhir pas Januari waktu itu, sembako. Sampai sekarang belum ada lagi,” kata Rismana saat ditemui di kediamannya, Selasa (3/8).
Usai menghela nafas, Rismana menerangkan, sejak kiriman sembako terakhir yang diterimanya, ia mendapat bantuan hanya dari para donatur melalui Karang Taruna Kecamatan Cimanggung.
Sambutan sang istri Rismana cukup hangat, ia bernama Lala, 34, menyuguhkan segelas air putih dengan senyuman tulus.
“Dulu kerja serabutan, seringnya kerja jadi kuli bangunan. Tapi dari sakit (akibat longsor) udah gak kerja,” ujar Rismana dengan mata sedikit berkaca-kaca seakan menahan tangis.