Menurut WHO 2020, kondisi stunting adalah ketika panjang atau tinggi badan anak berada dibawah 2 simpang baku yang diklasifikasikan sebagai stunted dalam grafik WHO 2006, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik.
“Kekurangan gizi kronik dapat merupakan akibat asupan nutrisi yang tidak memadai misalnya karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan, dan peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi akibat sering sakit misalnya diare kronik akibat sanitasi buruk, ISPA berulang akibat tidak diimunisasi, atau kondisi/penyakit tertentu yang memerlukan diet khusus misalnya bayi yang sangat prematur, alergi makanan, kelainan metabolisme bawaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya,” ungkap Prof. Damayanti.
Tatalaksana stunting tentu saja disesuaikan dengan penyebabnya, Sebenarnya perawakan pendek merupakan pertanda terjadinya masalah kekurangan gizi kronik yang lebih besar yaitu menurunnya kemampuan kognitif serta meningkatnya risiko Penyakit Tidak Menular (obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi dan lain-lain) di usia dewasa. Kedua hal ini yang menentukan kualitas SDM suatu bangsa.
Pelbagai penelitian menunjukkan bahwa stunting dapat menurunkan IQ sampai 20 poin, penurunan kecerdasan ini masih mungkin dikoreksi sebelum usia 2 tahun, dibuktikan oleh beberapa penelitian bahwa kombinasi perbaikan asupan nutrisi yang disertai stimulasi dapat mengoreksi IQ yang sudah terlanjur turun sekitar 90 persen, tetapi jika pada usia 2 tahun tinggi badan masih dibawah -2 simpang baku maka akan sulit mengejar ketinggalan tersebut bahkan jika masih berada dibawah -3 simpang baku berisiko memerlukan pendidikan khusus.
“WHO menegaskan bahwa stunting sulit ditatalaksana tetapi pencegahan sangat dapat diupayakan,” jelas Prof. Damayanti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan asupan protein hewani (sumber asam amino esensial yang lengkap dengan bioavailabilitas tinggi) dalam MPASI anak berusia 6-24 bulan merupakan penyebab tingginya angka kejadian stunting di 49 negara. Sumber protein hewani adalah telur, ikan, ayam, daging sapi/kambing, susu termasuk Pangan untuk Keperluan Medis Khusus.
Penelitian di Equador membuktikan bahwa konsumsi tambahan sebutir telur sehari selama 6 bulan dapat menurunkan stunting sekitar 47 persen. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh WHO juga menunjukkan bahwa intervensi segera pada seorang anak yang mengalami weight faltering (kenaikan berat badan per bulan di bawah standar) dapat mencegah stunting 34 persen di usia 1 tahun dan 24 persen diusia 2 tahun.