BANDUNG – Pakar Kebijakan dan Ekonomi Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) kembali pada khittah memfokuskan program yang menjadi skala prioritas dan perencanaan yang matang di masa pandemi.
Menurutnya, saat ini Pemprov Jabar sedang diselimuti ketidakjelasan di masa pandemi saat ini. Terlebih dalam merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dampaknya terjadi kehilangan pendapatan mencapai Rp5 triliun.
“Ada kesalahan prioritas dan perencanaan. Karena kesulitan mengakomodasi keinginan Gubernur dan TAP yang saya kira belum tentu sejalan dengan apa yang dibutuhkan pandemi ini,” ucap Acuviarta saat dihubungi di Bandung, Selasa (13/7).
Menurutnya, hal tersebut bukanlah bagian dari kebocoran APBD. Akan tetapi ada kesalahan dalam perencanaan. Terutama mengakomodir ketidakjelasan kondisi saat Covid-19 datang.
Sebab, kata dia, anggaran tahun 2021 disusun pada tahun lalu ketika sudah pandemi. Maka sepatutnya belajar dari tahun lalu. Sehingga ada hal yang perlu diwaspadai dari segi pendapatan.
“Kita tahu pendapatan itu cenderungnya menurun. Sebab kita mengandalkan penerimaan pajak. Seperti kendaraan bermotor maupun balik nama,” katanya.
“Sedangkan hal-hal yang sebagainya dalam upaya menutup defisit itu kurang dialokasikan kepada sektor-sektor yang dibutuhkan saat pandemi,” imbuhnya.
Kendati begitu, dirinya menyarankan secepatnya melakukan perubahan drastis dari sisi anggaran belanja pegawai. Terlebih dalam memprioritaskan program yang dibutuhkan saat pandemi.
“Saya ambil contoh, program penggunaan pinjaman itu menurut saya tidak urgen. Itukan indikasi tidak ada skala prioritas Pemprov Jabar dalam mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi pada iklim pandemi ini,” ujarnya.
Seharusnya Pemprov Jabar belajar dari pendapatan tahun lalu. Pasalnya bisa melihat bahwa pendapatan tahun lalu akibat misalnya ada relaksasi pajak. Kemudian triwulan I belum pandemi. Itu harusnya di pertimbangan.
“Menurut saya dari sisi perencanaan yang kemudian tidak jelas prioritasnya karena terlalu banyak mengakomodir kepentingan. Jadi kepentingan gubernur. Contoh, kepikiran petani milenial. Jalankan. Kan itu membutuhkan anggaran. Jadi tidak jelas skala prioritasnya,” cetusnya.
Terkait dana pinjaman dari PT SMI, kata dia, dipakai taman dan alun-alun dibeberapa daerah. Padahalkan itu tidak urgen. Jadi perencanaan itu kembali tidak jelas skala prioritasnya karena mengakomodir kepentingan Gubernur.