JAKARTA – Informasi yang beredar di media sosial turut mempengaruhi terjadinya panic buying. Hal itu diungkapkan oleh psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia (UI) Mega Tala Harimukthi.
Dia menganalisis, misalnya saat beredar video susu beruang diborong orang salah karena ada informasi susu itu bisa menyembuhkan Covid-19. Video aksi borong itu pun viral. Orang yang dalam kondisi cemas kemudian melihat informasi tersebut secara otomatis terpengaruhi sehingga dia bersikap impulsif, dan ikut mencari, sehingga produk tersebut menjadi kian langka.
“Dorongan impulsif ini pada dasarnya karena dorongan emosional yang membuat dia ikut membeli atau memborong susu beruang ini, padahal sebelumnya dia bahkan enggak suka. Media sosial ini sangat besar pengaruhnya, karena kita bisa mengakses banyak informasi di situ mau yang valid atau tidak,” kata Tala.
Sementara pada kasus tabung oksigen yang langka, Tala mencontohkan, adanya informasi yang menganjurkan orang-orang menyediakan tabung oksigen portabel di rumahnya, mendorong orang membeli produk itu.
“Di satu sisi bagus untuk preventif. Tetapi di sisi lain, sekarang jadi habis-habisan. Kalaupun ada barangnya, harganya sudah enggak masuk akal. Sama hal seperti gelombang pertama kemarin, desinfektan, masker dan hand sanitizer menjadi barang langka. Sekalinya ada harganya tidak masuk akal,” tutur dia.
Agar hal serupa ini tak terjadi lagi, Tala menyarankan orang yang cenderung mudah cemas melakukan diet media sosial untuk menjaga kewarasan mental sekaligus fisiknya. Saat seseorang terbiasa cemas, panik, maka ini bisa menganggu fisiknya, mulai dari kualitas tidur terganggu, pikiran jadi lebih rumit, interaksi dengan orang lain menjadi lebih buruk dan suasana hati memburuk. “Coba diet media sosial karena pengaruhnya besar sekalli. Apalagi sekarang tidak hanya media sosial, kita melihat televisi saja isinya berita hal sama,” demikian pesan Tala. (jawapos)