JAKARTA – Pada Minggu 13 Juni 2021 malam WIB lalu, Cristiano Ronaldo, Captain sepakbola Portugal hadir di sesi konferensi pers jelang laga Hungaria vs Portugal di matchday pertama Grup F Piala Eropa 2020. Sebelum memulai sesi konferensi pers, Cristiano Ronaldo dihadapkan dengan tiga botol yang ada di depannya, yakni satu botol air mineral dan dua botol minuman bersoda.
Namun, karena ia tidak menyukai minuman bersoda, ia pun menyingkirkan dua botol tersebut yang notabene sponsor utama Piala Eropa 2020. Tak lama setelah itu, Cristiano Ronaldo mengangkat satu botol lainnya (air mineral) sambil berteriak “minum air”. Akibat aksi Cristiano Ronaldo di atas, saham produk sponsor Piala Eropa 2020 yang disingkirkan CR7 melorot USD4 miliar atau setara Rp57 triliun.
Dikalangan publik pelaku pasar, kejadian itu mungkin bukanlah hal yang aneh dan sudah jamak terjadi. Namun, bagi kalangan awam tentu hal itu menjadi pertanyaan, apa kaitannya tindakan Cristiano Ronaldo dengan kinerja saham Coca-Cola?
Ekonom dan Analis LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo menjelaskan, setidaknya ada beberapa hal yang berhubungan dalam kasus tersebut. Ia pun menjelaskan, bagaimana seorang Cristiano Ronaldo begitu berpengaruh terhadap kinerja saham minuman bersoda tersebut.
“Perusahaan terbuka atau emiten seperti Coca-Cola itu sebenarnya membutuhkan sentimen. Sentimen itu bagian daripada cara orang menentukan keputusan, jadi kerja bagus saja itu tidak cukup antara eksekutif di perusahaan, kemudian membagikan dividen saja tidak cukup. Dia harus mempertahankan dan menjaga reputasi, itu yang pertama,” demikian disampaikan Lucky Bayu kepada Fajar Indonesia Network (FIN), saat dihubungi pada Kamis (17/6).
“Jadi perusahaan itu jangan Pede banget meskipun sudah besar, jadi market leader, tapi pada kenyataannya semua kembali kepada investor dan trader. Kebetulan saat ini peran dari sentimen itu memberikan dampak pada harga saham,” sambungnya lagi.
Kemudian hal kedua, kata Lucky Bayu, seiring berkembangnya zaman pengaruh influencer menjadi panting. Dalam kasus ini, Coca-Cola sebenarnya tidak melakukan tindakan negatif, namun karena influence maka hal itu menjadi perhatian.
“Pesan moralnya adalah para pelaku transaksi harus melihat, siapa sih yang menjadi influence, apakah yang menjadi influence itu benar-benar relevan terhadap keadaannya,” kata dia.