JAKARTA – Lonjakan utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebagian berdenominasi valuta asing menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengkhawatirkan ‘ledakan’ krisis keuangan BUMN akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional.
Menurut Amin, utang BUMN akan menimbulkan tanggung wajib kontingensi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena bila BUMN gagal bayar, pemerintah akan ikut menanggungnya.
Amin mengingatkan krisis moneter pada tahun 1998 yang dipicu oleh akumulasi utang yang tidak berhasil dikendalikan dan diselesaikan secara tuntas.
Pandemi memang meningkatkan risiko neraca keuangan BUMN maupun perekonomian nasional, namun kata Wakil Rakyat dari Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu, tren kenaikan utang BUMN sudah berlangsung dalam lima tahun terakhir. Bukan semata terjadi akibat pandemi Covid-19.
“Pemerintah tidak bisa menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan dibalik kegagalan mengelola utang BUMN,” tegas Amin.
Berdasarkan data Bank Indonesia, hingga akhir 2020 lalu, dari Rp12.181 triliun utang sektor publik, total utang BUMN mencapai Rp6.091 triliun.
Rasio utang BUMN terhadap aset mencapai 67 persen yang berarti kemampuan perusahaan mencetak keuntungan tidak sebanding dengan laju kenaikan utangnya.
Utang BUMN didominasi oleh perbankan. Amin pun mengingatkan risiko sistemik pada bank-bank BUMN jika sampai mengalami kesulitan finansial yang pada ujungnya akan berpengaruh pada perekonomian secara luas.
“Risiko gagal bayar juga membayangi BUMN nonkeuangan terutama BUMN energi dan infrastruktur,” pungkasnya. (khf/fin)