Dorong Pendidikan Politik Warga, Pengamat Ungkap Modus Kejahatan Penyelenggara Pemilu

DEPOK – Pengamat Kebijakan Publik Kota Depok, Mohammad Saihu membongkar kejahatan yang kerap dilakukan penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) saat berlangsung pesta demokrasi di tanah air.

“Meski perhelatan Pemilu atau Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) masih menunggu beberapa tahun lagi, namun warga perlu dibekali pengetahuan tentang politik, utamanya terkait pelanggaran yang lazim terjadi,” kata Saihu saat diwawancara Jabar Ekspres di ruang kerjanya, Depok, Selasa (8/6).

Saihu mengatakan, substansi penyelenggaraan Pemilu pada prinsipnya adalah bagaimana mengalirkan kekuatan sosial politik dari masyarakat ke negara.

“Hal itu terlaksana melalui pemungutan suara yang diharapkan berlangsung jujur dan adil,” urai Tenaga Ahli Dewan Penasehat Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

Direktur Eksekutif Reide Indonesia itu menerangkan, dalam rangka menjamin prinsip, mekanisme dan prosedur Pemilu, dibentuklah landasan hukum bagi pelaksanaan seluruh rangkaian tahapan Pemilu.

“Namun, sebaik-baik norma hukum Pemilu dibentuk, selalu menyisakan celah untuk terjadinya pelanggaran,” cetus Saihu.

Hal tersebut kata dia, cukup dimaklumi, menimbang yang namanya celah hukum sangat lihai disiasati oleh penyelenggara Pemilu untuk mengelabui tindakan pelanggaran di dalam praktiknya. Kejahatan dalam penyelenggaraan pemilu pun tak terhindarkan.

“Itu bisa dilihat pada regulasi ke-Pemiluan, yang mana selalu memberikan celah yang dimanfaatkan penyelenggara Pemilu untuk menguntungkan pihak tertentu dengan merugikan pihak lainnya,” paparnya.

Dikatakannya, ada begitu banyak kasus pelanggaran yang dilakukan para penyelenggara Pemilu yang lolos dari jeratan hukum, karena kepiawaian mereka memanfaatkan celah hukum yang ada.

“Mulai dari mengubah sertifikat hasil rekapitulasi penghitungan suara, menghilangkan C1 KWK, tidak membagikan petikan atau salinan hasil rekapitulasi suara, penggunaan C6 KWK untuk menambah suara paslon tertentu oleh yang bukan berhak, melakukan rekapitulasi penghitungan di tempat tertutup, politik uang dan lain sebagainya,” tandasnya.

Tidak hanya itu, pengurus Perhimpunan Pergerakan Indonesia Kota Depok itu juga menyebut banyak modus operandi yang dilakukan penyelenggara Pemilu untuk melancarkan aksinya.

“Umumya mereka mengabaikan keberatan saksi dan memerintahkan untuk mengisi form pengaduan pada saat rekapitulasi di tingkat penyelenggara yang lebih tinggi dengan alasan saat rekapitulasi di tingkat penyelenggara yang lebih rendah tidak ada keberatan,” terang Saihu.

Tinggalkan Balasan