Namun, dalam perjalanannya PT JBL gagal memenuhi target operasional (commercial operation date) pada Juni 2020 akibat terkendala biaya. “Tapi kami terus berkomitmen untuk membantu permasalahan pengelolaan sampah di Wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok serta Kota Tangerang Selatan. Makanya terus membangun TPPAS Regional Lulut Nambo,” katanya.
Dengan dilanjutkannya pembangunan tersebut, menurutnya kini PT JBL melanjutkan pembangunan TPPAS Regional Lulut Nambo dengan mengubah struktur kepemilikan sehingga PT Jasa Sarana menjadi pemegang saham pengendali (mayoritas). Setelah menjadi pemegang saham mayoritas, BUMD tersebut
mencari mitra strategis untuk berkerjasama dalam melanjutkan pembangunan dan pengelolaan proyek strategis itu.
“Dipilihlah mitra asal negara Jerman yaitu Euwelle Environmental Technology (EET). Dengan total investasi USD 133,3 juta,” katanya.
Menurutnya, pemilihan EET berdasarkan sejumlah penilaian, salah satunya terkait teknologi yang digunakan. Perusahaan Jerman itu dianggap sudah menerapkan Maximum Yield Technology (MYT) di beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Teknologi MYT ini dianggap tepat karena sesuai dengan rencana pengolahan sampah menjadi RDF (refuse derived fuel) yakni bahan bakar alternatif pengganti batu bara yang sesuai dengan kontrak jual beli yang telah dilakukan bersama PT. Indocement. “Jadi perusahaan Jerman ini sudah berpengalaman. Selain itu pemilihan mitra ini juga melalui proses bisnis (corporate action) yang transparan dan melibatkan seluruh stakeholder di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta melibatkan tenaga ahli teknis maupun manajemen,” katanya.
Disinggung pembiayaan pembangunan TPPAS Lulut Nambo, menurutnya bersumber dari sejumlah mitra pendanaan seperti PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan bank bjb. Adapun sumber pendapatan (revenue) antara lain berasal tipping fee yang akan dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hasil penjualan RDF, hasil pengolahan lainnya.
Menurutnya, untuk besaran tipping fee yang akan dibebankan ke kabupaten/kota sebesar Rp125 ribu per ton. “Kontruksi TPPAS Regional Lulut Nambo akan dilanjutkan kembali pada pertengahan tahun 2021 dan diharapkan akan beroperasi secara optimal pada akhir tahun 2021,” katanya.
Perwakilan EET memastikan pihaknya akan komitmen dalam membangun TPPAS. Terlebih, hal ini bukan yang pertama karena sudah dilakukannya di sejumlah negara lain seperti Thailand dan Vietnam yang memiliki karakteristik yang sama dengan Indonesia.