BANDUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus tindakan korupsi terbanyak yang ditangani KPK sejak tahun 2004 – 2020 ialah Provinsi Jawa Barat.
Provinsi yang pernah terjadi tindak pidana korupsi tahun 2004-2020 yang ditangani KPK antara lain: Jabar 101, Jatim 93, Sumut 73, Riau 64, Jakarta 61, Jateng 49, Lampung 30, Sumsel 24, Banten 24, Papua 22. Kaltim 22, Bengkulu 22, NAD 12, NTB 12, Jambi 12, Sulut 10, Sulut 10, Kalbar 10, Kalsel 10, Sultra 9, Maluku 6, Sulteng 5, Sulsel 5, NTT 5, Kalteng 5, Bali 5 dan Sumbar 3.
Di Jabar, beberapa kepala daerah tersandung kasus korupsi. Yang terbaru, Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna yang sebelumnya Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Diketahui sebelumnya, kepala daerah yang terseret oleh KPK diantaranya Bupati Subang Imas Aryumningsih, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman yang masih ditahan KPK, Bupati Bandung Barat, Abubakar.
Menanggapi tingginya tindak korupsi di Jabar, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Prof Asep Warlan Yusuf, menyebutkan ada beberapa faktor yang membuat pejabat tersandung korupsi. Salahsatunya, mahalnya biaya politik.
Sebab kata dia, kebanyakan pejabat publik yang tersandung korupusi lantaran mahalnya politik. Maka dirinya menyarankan agar Pilkada dibiaya pemerintah. Tujuannya, supaya tidak ada alasan lagi untuk melakukan korupsi.
“Perbaikannya gimana? Biayai pilkada itu oleh negara, seminimal mungkin. Jadi mereka (calon kepala daerah) hanya membiayai untuk APK (Alat Peraga Kampanye),” kata Prof Asep saat dihubungi Jabar Ekspres, Minggu (21/3).
“Itu saja, tidak ada mahar dengan parpol, tidak bayar ini itu. Sehingga menjadi berat. Parpol tidak boleh memungut uang. Jika memungut itu sudah harus ditindak,” imbuhnya.
Kedua, kata dia, sebelum mengusung kadernya menjadi kepala daerah, setiap parpol harus memastikan kaderisasi yang bagus. Salahsatunya memalui seleksi yang betul-betul ketat.
“Jadi jangan sampai ujug-ujug jadi calon, tanpa melibatkan pos-pos kaderisasi. Seleksi yang ketat betul oleh parpol, siapa yang layak untuk menjadi kepala daerah. Jadi dia bukan memberi mahar kepada parpol, tapi dia memberikan prestasi dan karyanya,” katanya.