CISARUA – Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum mempertimbangkan wacana pelarangan anak sekolah tingkat SD dan SMP untuk membawa ponsel atau gawai ke sekolah.
Hal itu sebagai upaya menekan kasus kecanduan gawai pada tingkat anak-anak di Jawa Barat sebab ada ratusan anak jadi pasien kecanduan gawai yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua.
Berdasarkan catatan RSJ Cisarua pada bulan Januari hingga Februari 2021 ada 14 anak alami kecanduan gawai yang menjalani rawat jalan. Sementara pada tahun 2020 rentang bulan Januari sampai Desember total ada 98 anak yang menjalani rawat jalan gegara kecanduan gawai
Seperti diketahui Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri merencanakan pelaksanaan sekolah tatap muka di tengah pandemi Covid-19 pada bulan Juni mendatang.
“Kalau sudah tatap muka tidak menutup kemungkinan pemerintah akan melarang anak bawa ponsel ke sekolah. Misalnya usia SMP ke bawah tidak boleh,” ungkap Uu, Rabu (17/3).
Dirinya menyayangkan anak-anak saat ini bahkan di usia yang masih balita sudah piawai mengoperasikan gawai. Hal itu dinilai bisa memicu adiksi gawai seiring bertambahnya usia.
“Sekarang anak umur 3 tahun itu sudah pintar main pencet-pencet ponsel, begitu tidak dikasih marah ke orang tuanya. Belum lagi anak SMP pengeluaran buat kuota sudah sangat besar bahkan ada yang sampai Rp 2 juta sebulan. Ini agak mengkhawatirkan karena bisa menjadi awal dari adiksi,” jelasnya.
“Bukan berarti kami menolak datangnya teknologi, tapi mari kita meminimalisir dampak negatif penggunaan ponsel sampai pada taraf kecanduan,” tegas Uu.
Sementara itu, pihak RSJ Cisarua, Lina Budiyanti menambahkan, mayoritas orang tua membawa anak-anaknya untuk diberikan perawatan lantaran mudah tersulut emosi apabila dilarang menggunakan ponsel.
“Ketika dilarang langsung ekspresi emosinya sangat tinggi. Bisa melempar barang, bahkan bisa mengancam dengan senjata tajam kalau tidak dituruti permintaannya, seperti ponsel dan kuota,” jelasnya.
Lina membeberkan, faktor pandemi Covid-19 juga turut menyumbang kecanduan anak-anak terhadap gawai, sebab sejak setahun terakhir muncul kebijakan sekolah secara daring. Sehingga anak lebih banyak memegang ponsel.