Dia mencontohkan, di Ngawi dan Bojonegoro kualitas berasnya turun karena kandungan air di gabah tinggi. Harga pembelian gabah kering panen itu dihargai Rp3.800/kilogram (kg), namun tidak laku terjual karena kandungan airnya yang tinggi.
Dalam kasus ini, menurut dia, pemerintah harus melakukan antisipasi sejak awal, yakni melalui anggaran maupun kebijakan. “Harus dihitung betul-betul, kalau alasannya menjaga stok, apa bijak mengumumkan impor jelang panen raya? Apa bijak juga ambil impor sebagai jalan keluar dengan dalih jaga stok?” kata Said.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pentingnya penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton termasuk melalui impor demi menjaga ketersediaan pasokan di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali.
“Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton,” ujar Airlangga.
Alokasi penyediaan dari impor 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog. Kedua, penyerapan gabah oleh Perum Bulog dengan target setara beras 900 ribu ton saat panen raya pada Maret sampai dengan Mei 2021, dan 500 ribu ton pada Juni sampai September 2021. (Fin.co.id)