Berdasarkan analisis BMKG, la nina masih bertahan pada intensitas sedang atau moderate, sedangkan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam fase netral.
La nina masih akan bertahan pada level moderate dan berangsur menuju netral pada semester I 2021, sedangkan IOD akan berada pada kisaran netral.
”Pada Maret–April 2021, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan masih berpotensi mendapatkan curah hujan menengah hingga tinggi (200 – 500 mm/bulan). Sebagian besar Papua dan Sulawesi berpotensi mendapatkan curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi (> 500 mm/bulan). “Diperkirakan pada bulan Mei merupakan transisi musim hujan ke kemarau,” kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Basar, perlu dilakukan langkah untuk mengantisipasi tingkat kekeringan gambut yang mudah terbakar pada wilayah-wilayah tertentu.
“Mempertimbangkan kondisi tersebut, perlu untuk dilakukan TMC melalui rekayasa hujan pada awal Maret,” tutur Basar.
Dia menjelaskan TMC dilakukan pada waktu tersebut, karena pada Maret masih terdapat awan potensial yang dapat disemai menjadi hujan. Hal ini sekaligus sebagai upaya mengurangi potensi terjadinya karhutla di beberapa daerah yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami karhutla.
“Terlebih masih di masa pandemi Covid-19 dan menjelang Bulan Ramadan untuk menjamin agar masyarakat tidak mendapatkan dampak yang menyulitkan akibat dari karhutla dalam menjalani aktivitas sehari-hari,” kata dia.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan untuk pengendalian karhutla 2021, di antaranya selalu mengecek secara konsisten tinggi muka air gambut, kanal, dan embung. Keberadaan teknologi yang memungkinkan kemampuan membaca tanda-tanda alam harus betul-betul dioptimalkan.
KLHK bersama BMKG, BPPT, BNPB, TNI AU, pemerintah daerah serta dukungan pakar iklim dari akademisi terus mengembangkan penerapan teknologi yang mendukung upaya pencegahan karhutla.
“TMC didorong menjadi salah satu upaya permanen dalam pengendalian karhutla,” ujarnya. (antara/jpnn)