Atau, kalaupun Ganjar Pranowo tidak berani berhadapan dengan partainya, maka bisa saja muncul pasangan Gatot Nurnantyo-Anies Baswedan.
Komposisi ini juga ideal dari unsur Militer-Sipil, namun yang perlu dipertimbangkan adalah, apakah yang kecewa terhadap pemasangan Prabowo-Puan ini bisa menerima kehadiran Gatot Nurmantyo.
Alternatif lain adalah memasangkan Anies Baswedan dengan Ridwan Kamil, kalau kita berhitung kendaraan partai yang mengusung Anies dan RK dalam Pilgub, bisa saja PKS (8%) dan Nasdem (9%) di sisi Anies, berkoalisi dengan Hanura (1,5%), PPP (4,5) dan PKB (9,6) di kubu RK, sudah cukup untuk mengusung pasangan Anies Baswedan-Ridwan Kamil (32%).
Pasangan ini juga akan menarik pemilih milenial, sebab RK saat ini dikenal sebagai gubernur milenial, yang juga setiap kebijakannya berbasis science. Kalau pasangan ini yang diusung, Demokrat dan Golkar, kecil kemungkinan untuk bergabung.
Dengan demikian, pasangan-pasangan yang akan maju dalam kontestasi Pemilu 2024, bisa jadi mengerucut pada pasangan, yaitu: Prabowo-Puan Maharani, dengan Ganjar Pranowo-Anies Baswedan, atau Gatot Nurmantyo-Anies Baswedan atau Anies Baswedan-Ridwan Kamil.
Namun tidak tertutup kemungkinan, disaat-saat akhir akan muncul pasangan baru (satria piningit), yang akan memporakporandakan kalkulasi-kalkulasi yang dilakukan oleh lembaga survei ataupun pengamatan para pakar politik, seperti saat kemunculan Ir. Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2014, yang masyarakat memandang, berpasangan dengan siapapun dia akan menang.
Dalam rentang waktu 3 (tiga) tahun, pasti banyak hal yang berubah, karena yang pasti adalah “ketidakpastian”. Menjadi arif kalau kita menunggu, seperti apakah konstelasi politik di tahun 2024.