JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak dengan tegas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terkait investasi minuman keras di beberapa Provinsi.
“Sikap kami tetap tidak berubah sejak 2013, saat pertama kali aturan ini digulirkan pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PBNU tetap menolak investasi minuman keras dibebaskan. Sebab Indonesia ini bukan negara sekuler,” ujar Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini dikutip siaran persnya, Senin (1/3).
Dia menegaskan, Indonesia adalah negara Pancasila yang berketuhanan. Karena itu, dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah dan semua perilaku masyarakat harus berpedoman dengan nilai-nilai agama.
“Indonesia memang bukan negara agama, tetapi negara yang masyarakatnya beragama. Jadi soal investasi minuman keras ini perlu dipertimbangkan kemudaratannya,” ungkap dia.
Dikatakan, jika legalitas miras pertimbangannya adalah soal kearifan lokal, ia mengusulkan sebaiknya bisa dialihkan kepada produk-produk lain. Produk yang tidak mengandung alkohol.
Sebab, mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya lantaran alkohol diharamkan dalam syariat Islam.
Dalam menolak investasi tentang minuman keras ini, Helmy menegaskan bahwa PBNU tetap berpegang pada dalil-dalil agama. Salah satunya dengan berpegang pada kaidah fikih yang masyhur di kalangan warga NU.
“Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil kebaikan). Investasi adalah hal baik. Namun jika investasi itu mengandung unsur mudarat yang lebih membahayakan, maka tentu hal ini dilarang syariat,” tegas Helmy.
Penolakan PBNU terhadap peraturan presiden terkait investasi minuman keras ini, lanjutnya, merupakan bentuk peringatan kepada pemerintah. Sebab NU sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil bertujuan untuk senantiasa melaksanakan tugas untuk kebaikan bersama.
“Kami ingatkan kepada pemerintah. Sebagai civil society, kami akan melaksanakan tugas kami untuk kebaikan bersama,” ucap Helmy. (Fin.co.id)