Terkait aktivitas Rawayan, Teddi menjelaskan bahwa Rawayan sejak tahun sembilan puluhan telah melakukan diskusi mengenai Sastra Sunda.
“Formalnya sejak tahun dua ribuanlah ada akta pendirian dan sebagainya, tetapi sejak tahun sembilan puluhan itu juga sudah mulai berkegiatan, berdiskusi,” imbuhnya.
Kemudian dalam penuturannya, Teddi menjelaskan mengenai makna dari nama Rawayan.
“Rawayan itu bahasa Sundanya jembatan, sering kali diidentikkan dengan masyarakat badui itu karena masyarakat badui sebelum ke kanekes itu kan melalui jembatan. Jadi Rawayan itu diharapkan jadi jembatan dan kami anggotanya dengan anggota lain, dengan generasi yang lain, dengan pihak luar, dengan masa lalu, masa depan, itu jadi cita-citanya,” terang Teddi.
Sementara itu, Teddi berpesan bahwa sebagai orang Sunda yang terlahir serta dianugerahi di tanah Sunda, hal itu perlu disyukuri.
Sebab menurutnya, disitu sebetulnya ada banyak makna yang mungkin apabila digali dapat sangat berperan, berfungsi, berguna bagi kehidupan, bermanfaat bukan hanya kita tapi juga orang lain.
“Harapannya teman2 juga generasi-generasi yang akan masuk ke Rawayan, saya kira bisa memanfaatkan komunitas ini jadi tempat belajar. Tidak sungkan untuk mempertanyakan sesuatu yang diluar mungkin dianggap sepele, dianggap abstrak tapi disini mungkin itu menjadi penting,” tutup Teddi. (Mg6/wan)