JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengajukan usulan wacana revisi UU ITE atau Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Revisi UU ITE mesti sesuai dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Tidak hanya berisi pasal-pasal karet.
Termasuk perkembangan media-media sosial, serta situasi pandemi di mana masyarakat banyak beraktivitas dengan menggunakan internet.
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay berpendapat, bahwa revisi harus diarahkan pada pengaturan pengelolaan teknologi informasi, bukan penekanan pada upaya pemidanaan karena aturan pidana sebaiknya diatur di dalam KUHP.
“Kalau persoalan penipuan, penghinaan, penghasutan, adu domba, penyebaran data yang tidak benar, cukup diatur di KUHP. Dengan begitu, implementasi UU ITE lebih mudah. Tidak ada tumpang tindih,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai UU ITE perlu dikembailikan sesuai dengan niat awal pembentukan. Yakni memastikan transaksi elektronik atau e-commerce berjalan dengan baik, kemudian hak-hak konsumen juga terlindungi.
Menurutnya, tujuan dibuatnya UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Hanya saja, dalam penerapannya, UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan sebagaimana yang di sampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Ia juga menyambut baik usulan Presiden Jokowi tersebut.
“Karena banyak pasal karet dan tidak berkeadilan serta penerapannya sering menuai kontra dan menimbulkan kegamangan dan kecemasan di tengah masyarakat,” ujarnya.
Dia menilai keberadaan UU ITE selama ini sering dimanfaatkan untuk menjerat orang atau kelompok masyarakat kapan saja atas alasan yang subjektif. Selain itu, menurut dia, penerapannya cenderung dijadikan alat membungkam daya kritis dari masyarakat yang berbeda pendapat.
“Sehingga penegakan hukum UU ITE selama ini menimbulkan kekhawatiran kegamangan dan kecemasan di tengah masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya,” katanya.
Politikus PAN itu menilai sejumlah pasal karet dalam UU ITE juga multitafsir dan lebih sering diinterpretasikan secara sepihak.
Selain itu, menurut dia, pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan untuk melaporkan atau saling lapor dan lebih dikenal dengan istilah “mengkriminalisasikan” dengan menggunakan UU ITE.