“Jadi, sisanya bukan tidak cocok. Namun tidak sesuai apabila ditanami kopi karena terhalang bangunan dan hutan lebat,” imbuhnya.
Terkait dengan lahan rentan erosi, pihak mahasiswa Geodesi dan HMH tidak menemukan adanya tanah yang rawan erosi secara signifikan. Semuanya masih dalam kriteria sangat ringan atau masih aman.
“Kalau peta kerentanan erosi, bukan masalah bahaya atau tidaknya karena itu bukan kewenangan kami, namun secara ilmu Geodesi dilihat dari laju erosi tanah, kemiringan, dan tanah terbuka (tidak ada pohon). Sehingga dapat diklasifikasikan mana tanah dengan kerentanan erosi ringan, sangat ringan dan relatif,”paparnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Petani Gunung Geulis Desa Jatiroke, Saepudin mengatakan program kerja mahasiswa ITB itu sangat bermanfaat bagi petani dan masyarakat serta pemerintah yang berada di bawah kaki Gunung Geulis.
Maka dari itu, masyarakat bisa waspada dan hati-hati dalam menggarap lahan. Ia juga mengharapkan agar semua pihak tetap menjaga hutan agar tidak rusak akibat pembangunan.
“Secara ilmu pertanian penting. Karena masyarakat akan tahu mana tanah yang rawan erosi, tanah yang cocok ditanami kopi dan batas wilayah. Ini juga bagus untuk pemerintah untuk mengetahui batas wilayah,” ucap Saepudin di Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Sumedang.
Terkait hal itu, batas wilayah antar desa maupun kecamatan, apabila mendatangkan tim ahli pengukur lahan, kata Saepudin, dapat memakan biaya yang mahal.
Saepudin pun berterimakasih karena dapat mendata dan mengetahui pemilik lahan di Gunung Geulis. Pengetahuan atas batas wilayah tanah kas desa, tanah milik perusahaan dan perorangan ini akan memberikan manfaat dalam memaksimalkan lahan.
“Sebagian besar tanah di Gunung Geulis milik PT Bintang Samudra, Kahatex dan Brimob. Sebagian tanah kas desa dan perorangan. Jadi, setelah dipetakan tahu batas batasnya,” pungkasnya. (Mg10)