Saat ini memang belum ada definisi yang baku terkait diplomasi digital, namun Lewis mendefinisikan diplomasi digital sebagai upaya diplomasi yang dilakukan para diplomat dengan menggunakan instrumen digital, dalam hal ini media sosial, untuk berkomunikasi dengan masyarakat (publik).
Sementara Potter memaknai diplomasi digital terutama terkait dengan praktek diplomasi yang menggunakan teknologi berbasis jaringan dan digital. Teknologi tersebut mencakup internet, mobile devices, dan saluran media sosial. Posisi penting sosial media dalam diplomasi digital kemudian ditegaskan kembali oleh Manor and Segev yang menggarisbawahi bahwa diplomasi digital mengacu pada peningkatan penggunaan sosial media dalam mencapai kepentingan luar negeri melalui diplomasi.
Sedangkan Fergus Hanson, 2012, memandang bahwa diplomasi digital merupakan penggunaan internet dan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mencapai tujuan diplomatik (the use of the Internet and new information communication technologies to help achieve diplomatic objectives). Perkembangan tekhnologi dan internet ini juga memberikan dampak bagi suatu negara dalam menjalankan politik luar negeri salah satunya dengan adanya diplomasi digital (Prabandari & Rahyaputra, 2018).
Diplomasi digital dalam kaitannya dengan diplomasi suatu negara, dapat dilihat dalam dua tingkatan utama, yaitu tingkat Kementerian Luar Negeri, dan tingkat perwakilan kedutaan besar.
Dengan dua tingkatan tersebut, diplomasi digital dianggap mampu membantu negara dalam mencapai kepentingannya, seperti upaya pembentukan citra atau nation branding.
Diplomasi digital juga dianggap sebagai alat yang efektif dalam upaya menjaga reputasi suatu negara (image management) karena dianggap mampu menghadirkan komunikasi dua arah diantara penggunanya. Dengan adanya definisi diplomasi digital yang menekankan pentingnya penggunaan media sosial, maka diplomasi digital seringkali dikaitkan dengan internet dan media sosial dalam upaya diplomasi. Lebih lanjut, diplomasi digital juga kerap disebutkan dengan istilah lain seperti e-diplomacy, cyber diplomacy, ataupun twiplomacy.
Pentingnya diplomasi digital dalam tatanan global pun diakui oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang menyatakan bahwa diplomasi digital merupakan “the term 21st Century Statecraft“. Begitu pula The Canadian Department of Foreign Affairs, Trade and Development yang memaknainya sebagai “calls it Open Policy“.