MAKASSAR – Kelangkaan kedelai di pasaran berimbas pada tingkat penghasilan para pelaku usaha kuliner yang kian anjlok. Mereka menjadi kesulitan untuk mendapatkan tempe dan tahu.
Salah satunya, Muthamainnah. Warga Kelurahan Bulurokeng itu mengaku sulit mendapatkan tempe dan tahu selama empat hari terakhir. Padahal, tahu dan tempe merupakan komponen utama dalam jualannya.
Pelanggannya mengeluh lantaran lauk tahu tempe tak lagi ada. Mutmainnah mengganti dengan lauk lainnya, seperti telur jenis gorengan lainnya.
“Langganan tahu sudah empat hari tidak muncul, katanya habis stok,” ujarnya, Selasa (5/1).
Hijrah juga merasakan hilangnya tahu dan tempe di pasar. Kondisi itu sangat mengganggu kelancaran usaha makanan jadi. Dia berharap, pemerintah tidak memberatkan perajin tahu dan tempe soal tingginya harga kedelai.
“Kalau tahu tempe hilang di pasaran, banyak warung-warung yang terdampak,” keluhnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (unismuh) Makassar, Abdul Mutalib, mengemukakan, dalam kondisi saat ini, perlu diwaspadai penimbunan dan melakukan spekulasi dalam masalah kedelai.
Padahal, kebutuhan kedelai di dalam negeri terus meningkat. “Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar,” ujar Syahrul, Senin, 4 Januari.
Karenanya, kata Syahrul, saat ini kementan tengah menyusun dan mengawal implementasinya di lapangan.
“Masalah kedelai yang ada adalah masalah global sehingga membuat harga kedelai itu terpengaruh, khususnya dari Amerika Serikat (AS),” sebutnya.
Sebelumnya, Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) memang sudah menaikkan harga tahu dan tempe di masyarakat seiring kenaikan harga kedelai. Kenaikan terjadi sekitar 10 persen sampai 20 persen. (Fin.co.id)