JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pelantikan 38 pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW mengkritisi adanya sembilan perwira tinggi kepolisian yang mengisi jabatan struktural KPK.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, tren pengisian pejabat kepolisian dalam struktural KPK telah terlihat sejak Firli Bahuri dilantik sebagai pimpinan lembaga antirasuah.
“Secara umum, problematika pelantikan pejabat struktural baru KPK dapat dipandang sebagai upaya dari pimpinan untuk semakin mengikis independensi kelembagaan,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (5/1) seperti dilansir dari fin.co.id, Rabu (6/1).
Ia menuturkan, pasca pelantikan pimpinan baru, sedikitnya terdapat sembilan perwira tinggi Polri yang bekerja di KPK.
Dengan rincian tujuh perwira pada level direktur serta masing-masing satu pada level deputi dan pimpinan. Kurnia menyebutkan, pelantikan tersebut merupakan tindak lanjut pengesahan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kelola KPK.
Sebagaimana yang telah diduga sebelumnya, tindak lanjut dari perkom tersebut diyakini akan memiliki implikasi serius pada beberapa aspek penting.
Tidak hanya itu, Kurnia mengatakan kebijakan untuk melantik puluhan pejabat KPK itu juga dapat dinilai sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan. Hal itu dikarenakan landasan hukum yang dijadikan dasar pelantikan bermasalah.
Menurut Kurnia, perubahan regulasi KPK menjadi UU 19/2019 tidak diikuti dengan pergantian substansi Pasal 26 dalam UU 30/2002.
Artinya, kata dia, nomenklatur struktur KPK harus kembali merujuk pada Pasal 26 UU 30/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2019 yaitu bidang pencegahan, bidang penindakan, bidang informasi dan data, serta bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat.
Namun, Perkom 7/2020 justru menambah nomenklatur baru seperti Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Inspektorat, Staff Khusus, dan sebagainya.
“Ini menunjukkan bahwa, Keputusan Pimpinan KPK Nomor 1837/2020 tentang Pengangkatan dan Pengukuhan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi dan Administrator pada Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan UU 19/2019 dan tidak dapat dibenarkan,” kata Kurnia.
Selain itu, Kurnia menilai nomenklatur baru KPK juga bertolak belakang dengan konsep reformasi birokrasi yang menitikberatkan pada isu efisiensi.
Alih-alih memberlakukan efisiensi, pengesahan Perkom 7/2020 justru menambah jumlah jabatan struktural dari semula empat kedeputian dan 12 direktorat, mejadi lima kedeputian dengan 21 direktorat.