“Pemerintah melakukan mobilisasi sasaran melalui sosialisasi dan surat kepada perusahaan dan individu. Peserta mandiri lewat perusahaan atau individu dapat memberikan informasi jumlah peserta, dan informasi ini penting untuk memperkirakan jumlah dan mobilisasi,” jelasnya.
Dalam sebuah wawancara di salah satu televisi swasta nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku siap menjadi orang pertama yang divaksin.
“Ya kalau saya ditentukan tim bahwa presiden yang pertama (divaksin) saya siap. Tapi jangan sampai nanti (ada anggapan) ‘lho enak sekali presiden yang pertama, harusnya rakyat dulu’,” katanya.
Dikatakan Jokowi, vaksin COVID-19 direncanakan akan tiba di Indonesia pada akhir November 2020. Namun, vaksin tidak bisa langsung disuntikan.
“Tetap, kita harus hati-hati. Harus melewati tahapan-tahapan di BPOM (Bada Pengawasan Obat dan Makanan). Jumlahnya saya tidak berbicara. Setelah datang harus melalui lagi tahapan di BPOM Waktunya kurang lebih tiga pekan hingga sebulan,” katanya.
Untuk itu, Jokowi memperkirakan vaksin baru siap disuntikkan ke masyarakat sekitar akhir 2020 atau awal 2021.
Dia juga mengaskan bahwa vaksinasi di Indonesia harus mengikuti standar badan kesehatan dunia atau WHO.
“Artinya, vaksin yang dibeli ini harus masuk list-nya WHO. Yang disuntik kan nanti umur 18-59 tahun. Ini juga sesuai standar WHO, ini harus diikuti,” ungkapnya.
Namun, Jokowi tidak menyebut secara spesifik merek vaksin yang akan tiba di Indonesia.
“Saya tak bicara vaksin dari produksi apa. Tetapi standarnya WHO harus kita jalani,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga mengatakan tidak semua orang akan divaksin. Pemberian vaksin harus jelas kenapa alasannya dan mengapa diberi vaksin.
“Tidak semua orang akan divaksin. Jadi jangan dibayangkan semua orang akan dicegati di jalan terus divaksin,” katanya.
Di sisi lain, Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan masih membutuhkan data untuk menerbitkan emergency use of authorization (UEA).
“Dalam uji klinik vaksin COVID-19 untuk mendapatkan emergency use of authorization tentunya membutuhkan data juga selain data mutu, yaitu dihasilkan dengan inspeksi, didapatkan dengan inspeksi, dan pendampingan cara produksi obat yang baik dari fasilitas juga adalah data yang dibutuhkan dari data klinis berdasarkan uji klinis fase ketiga,” ungkap Penny dalam siaran persnya di Komisi IX DPR.