Gary menegaskan, kebijakan yang dibuat tanpa didasari oleh anggaran dasar, peraturan perundang-undangan, serta SOP yang ada di PT LKM, Apabila terjadi kerugian maka direksilah yang harus bertanggung jawab sampai dengan harta pribadinya.
“Artinya ketika kesalahan direksi dapat dibuktikan, secara otomatis direksi akan dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, hal ini dapat dilihat pada UU No.40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,” jelasnya.
Selain itu, jika dari hasil audit ditemukan adanya unsur kesalahan dan membawa kerugian terhadap perusahaan, maka secara hukum pemilik modal dalam hal ini pemerintah daerah—pemkab dan pemdaprov, memiliki hak untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum (APH) agar dilakukan penyeledikan terhadap temuan-temuan yang ada.
“Kredit macet yang saat ini terjadi, itu dapat diduga tidak dijalankannya analisis risiko yang benar, sehingga kredit macet itu terjadi, apalagi jika jumlahnya melebihi dari 50 persen,” ungkapnya.
Gary menambahkan, jika memang ada bukti aliran dana PT. LKM kepada PNS dan anggota dewan yang macet, maka pemerintah daerah dapat meminta pendampingan kepada kejaksaan sebagai upaya penyehatan perusahaan.
“Pemerintah sebagai owner harus serius menangani persoalan ini, karena uang yang digelontorkan bukan uang yang sedikit. Sebagai suatu perseroan terbatas, seharusnya dikelola secara profesional dan tidak boleh adanya conflict of interest dalam pengelolaan perusahaan,”tandasnya.
Gary juga menuturkan, terkait penyertaan modal sebesar kurang lebih Rp. 2,6 Miliar yang dikucur pemerintah kepada PT LKM Karawang, dikatakan Gary, bukanlah langkah yang tepat. Pasalnya, perusahaan plat merah ini sedang dalam kondisi tidak sehat.
“Dan Pemkab sebagai pemilik modal juga harus mengambil langkah tegas kepada direksi yang lama, karena dasar dari LPJ tersebut akan sangat menentukan arah pengelolaan perusahaan selama ini seperti apa,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini rapat umum pemegang saham (RUPS) pertanggungjawaban kinerja direksi LKM belum digelar. Uang tagihan macet pun jumlahnya miliaran. Dengan tanpa direksi tetap, belum ada laporan resmi melalui forum RUPS, serta kondisi yang hampir pailit, publik dibuat bingung kucuran modal Rp 2,65 miliar akan diperuntukan untuk apa, dan apa yang akan didapat oleh Pemkab Karawang dari penanaman modal itu.