CIANJUR – Buruh yang tergabung di SP/SB di Kabupaten Cianjur, sepakat akan menolak keputusan pemerintah tentang tidak adanya kenaikan upah minimum Provinsi dan Kabupaten.
Hal tersebut di ungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Cianjur Hendra Malik. Ia mengatakan, setelah ia lakukan audensi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cianjur belum membuahkan hasil melainkan hanya akan mendorong aspirasi dari SB/SP Cianjur.
“Hari ini (kemarin-red), kami dari SPN mencoba untuk melakukan audiensi bersama Dinas Ketenagakerjaan untuk menyampaikan aspirasi butuh agar di tahun 2021 upah minimum Kabupaten naik,” katanya, kemarin (3/11).
Hendra mengatakan, jika SPN sepakat untuk menolak keras keputusan pemerintah yang tidak menaikkan upah minimum pada tahun depan, dan jika tetap tak digubris pemerintah maka akan turun ke jalan memprotes kebijakan yang tidak bijaksana tersebut.
“Tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus,” paparnya.
Berkaca dari perjalan di tahun 1998, 1999, dan tahun 2000 meski kondisi krisis ekonomi akan tetapi upah buruh tetap mengalami kenaikan.
“Sebagai contoh di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi 1998 minus 17,49 persen,” jelasnya.
Hal serupa juga terjadi dengan upah minimum dari 1999 ke 2000. Saat itu upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi 1999 minus 0,29 persen.
“Menurut saya kenaikan upah minimum pada tahun depan justru akan mendorong pertumbuhan ekonomi karena adanya kenaikan daya beli pekerja,” kata Hendra.
Selain itu, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pihaknya meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.
“Bagi perusahaan yang masih mampu harus menaikkan upah minimum. Lalu, untuk perusahaan yang memang tidak mampu, undang-undang sudah menyediakan jalan keluar dengan melakukan penangguhan upah minimum,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah, dalam hal ini Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), tidak memiliki empati pada nasib buruh saat ini.