BANDUNG – Penerimaan pajak air permukaan (PAP) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jabar terjun bebas. Hal tersebut karena adanya perusahaan yang mengakali atau bersikap curang dengan berbagai modus.
Demikian diungkap oleh Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar), Husin. “Jadi begini, salah satu sektor pajak yang jadi primadona adalah pajak air permukaan. Pajak air permukaan ini menjadi kewenangan provinsi (Provinsi Jawa Barat), sedangkan pajak air tanah itu kewenangan kabupaten dan kota. Tapi disayangkan, selama ini pajak air permukaan belum maksimal. Kenapa? Ya banyak faktornya,” kata Husin di DPRD Jabar, Kamis (15/10).
Politisi Fraksi Nasdem itu menjelaskan, modus yang digunakan yakni modus sengaja tidak mengupdate izin. Ditambah, perusahaan sama sekali tak memiliki izin tetapi tetap menggunakan (memanfaatkan) air, dan mereka ini didominasi perusahaan air minum nasional hingga multinasional.
Termasuk, kata dia, usaha perorangan, banyak juga pabrik, perkantoran sampai perusahaan non perusahaan air minum yang memodifikasi usahanya jadi perusahaan air minum.
“Banyak perusahaan yang melakukan berbagai modus tersebut? Banyak, salah satunya di Garut. Dari 13 perusahaan yang memanfaatkan air permukaan, hanya 3 yang berizin. Sisanya (10 perusahaan) tidak berizin tetapi tetap melakukan operasi dan mereka tidak membayar pajak. Mereka (10 perusahaan tersebut) perusahaan daerah dan swasta besar,” katanya.
Selain itu, Husin mengungkapkan bahwa ada juga perusahaan yang berdalih karena tidak menggunakan air permukaan secara maksimal, akhirnya perusahaan tersebut tidak membayar pajak. Padahal perusahaan ini sudah lama memanfaatkan atau mengolah air.
“Dan berbagai alasan lainnya, banyak perusahaan yang tak mau membayar pajak air permukaan. Dalam hitungan dan temuan kami (Komisi III DPRD Jawa Barat) ada potensi besar untuk PAD dari pajak air permukaan ini yang hilang (karena modus-modus tersebut),” ungkapnya.
Husin memyebut, praktik tersebut mengakibatkan PAD Jawa Barat dari pajak air permukaan hanya Rp 50 miliar pertahun. Padahal potensi penerimaan dari pajak air permukaan ini bisa sampai Rp 500 miliar pertahun.
Selain itu, lanjut dia, persoalan rendahnya tarif dasar pajak air permukaan pun turut menjadikan sektor pajak ini belum mampu mendongkrak PAD. Sejak 2002 pajak air permukaan hanya Rp 60/m3, dan tidak pernah naik hingga saat ini.