Alasan lainnya, lanjut Rizal, para kader Gerindra akhirnya melabuhkan dukungan untuk pasangan Bedas, yakni karena alasan idealisme dan kepentingan masa depan Kabupaten Bandung.
Menurut dia, saat ini arus bawah partai dan juga di tengah masyarakat menghendaki adanya perubahan kepemimpinan di Kabupaten Bandung.
Seharusnya, lanjut Rizal, Pengurus DPC Gerindra Kabupaten Bandung menangkap keinginan masyarakat tersebut yang tidak menginginkan tumbuhnya dinasti politik di Kabupaten Bandung.
“Dari sisi emosional, bahwa Kabupaten Bandung itu bukan milik keluarga tertentu. Saat ini sudah 20 tahun, satu keluarga berkuasa dan sekarang ingin memasuki episode selanjutnya. Masyarakat menghendaki perubahan. Itu harusnya jadi paradigma berpikir Ketua DPC,” ungkap Rizal.
Kader Partai Gerindra adalah kader-kader yang memiliki mindset dan semangat perubahan serta berpikiran maju. Sehingga, ketika didorong untuk mengikuti gerakan yang tidak mau berubah, lambat laun mereka akan keluar dari trek.
’’Itu yang kemudian bikin para PAC jengah dan akhirnya menuai badai,” jelasnya.
Rizal menilai, keputusan dari Ketuan DPC Gerindra Arogan dan tidak mau membuka komunikasi dan tidak menerima masukan dari para kader maupun Pengurus PAC.
“Kalau saja Ketua DPC mau berkomunikasi dan mendengar masukan kami, mungkin PAC-PAC akan mengerti dengan keputusan partai dan enggak akan ada konflik seperti sekarang. Keran komunikasi tidak dibuka, yang muncul adalah arogansinya. Dia (Yayat) berkata, kumaha saya wae (giman saya aja). PAC yang tidak nurut langsung dipecat,” kata Rizal. (yul/yan)