Saat ini, kata Agun, kasus dugaan penjualan tanah carik itu sudah ditangani pihak kepolisian. Sejumlah warga yang merupakan penggarap sudah dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.
“Informasinya memang sudah ditangani pihak kepolisian. Tapi kalau prosesnya sampai mana, kami belum tahu juga,” bebernya.
Sebelumnya, Ketua RW 19 Agus Rohimat mengatakan, penjualan tanah carik tersebut berawal saat pejabat RW 19 nonaktif atas nama Tajudin memanggil para penggarap. Tujuannya yakni memberitahukan jika tanah yang tengah digarap akan diambil alih oleh desa untuk ditanami pohon jeruk.
“Kemudian disebutkan kalau penggarap akan mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3.000 permeter, jadi bulan dihitung perpohon yang sudah tumbuh di tanah garapan. Setelah beberapa bulan, ternyata warga saya dapat kabar tanahnya dijual ke seseorang atas nama Hendra,” kata Agus.
Agus menyebutkan, penggarap yang akhirnya tergusur, mengaku tidak tahu menahu soal rencana penjualan tanah tersebut. Selain itu, mereka juga tak pernah merasa mengajukan permohonan pembuatan sertifikat tanah.
“Ya warga kami memang tidak merasa mengajukan penyertifikatan tanah. Tapi tiba-tiba ada nama-nama penggarap yang menyetujui penjualan tanah dan mengajukan sertifikat. Bahkan nama saya dan tandatangannya juga ada,” tuturnya. (mg6/drx)