LEMBANG – Warga penggarap lahan negara yang berlokasi di di RW 7 dan RW 12 Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), resah dengan munculnya patok tanah liar yang bertuliskan ‘BPN’.
Warga penggarap tidak pernah menerima permohonan ataupun pemberitahuan sebelumnya terkait dengan rencana pematokan lahan yang sudah puluhan tahun digarap warga.
“Kaget tiba-tiba muncul sejumlah patok yang ada tulisan BPN-nya. Padahal kami warga di sini ada yang menggarap, tapi tidak ada pemberitahuan atau informasi,” kata Ketua RT 05/12, Abah Demon, Rabu (30/9).
Selaku ketua RT, dirinya sama sekali tidak mendengar ada informasi pemasangan patok. Apalagi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) seperti yang tertulis di patok yang telah terpasang. Kondisi ini tentunya membuat resah warga penggarap, sebab banyak dari mereka yang menanyakan hal tersebut.
“Jelas kaget, karena waktu pulang dari kebun sore hari sebelumnya tidak ada apa-apa. Tapi pas pagi mau ke kebun sudah terpasang patok-patok,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun kegiatan pengukuran dan pematokan tersebut dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2020 oleh sekelompok orang yang mengaku dari BPN Bandung Barat.
Atas kondisi tersebut, sejumlah warga penggarap yang tergabung dalam Paguyuban Padumukan Punclut, melalui kuasa hukumnya telah menyampaikan pengaduan ke BPN.
Kuasa Hukum Paguyuban Padumukan Punclut, Yudi Kurnia menyatakan, pengukuran secara liar dan sepihak tanpa ada koordinasi telah membuat geram warga penggarap.
Terlebih patok yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan standar BPN. Sehingga sudah pasti warga penggarap yang telah bertahun tahun menggarap mempertanyakan alasan dilakukan pematokan.
“Kami sudah menyampaikan pengaduan ke BPN Kantor Wilayah Jawa Barat dan BPN Bandung Barat. Mereka yang melakukan pengukuran bisa dikategorikan penipuan, karena mereka mengatas namakan BPN,” tegasnya.
Pihaknya mendesak BPN untuk segera melakukan tindakan agar masyarakat tidak dirugikan oleh (diduga) oknum yang mengaku dari BPN. Umumnya pengukuran di tanah negara harus atas dasar permohonan penggarap.
Masyarakat boleh melakukan permohonan hak dengan syarat ada data fisik hasil ukuran dan data yuridis dibuktikan dengan status tanah.