Golkar Bekasi Ragukan Jumlah PK Yang Ajukan Mosi

BEKASI-DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi angkat bicara soal adanya mosi tidak percaya dari 15 Pengurus Kecamatan (PK) yang menganggap kepengurusan tingkat Kabupaten Bekasi loyo dalam menjalankan organisasi kepartaian.

Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Arif Rahman Hakim mengaku ragu jika sebanyak itu PK yang melakukan mosi tidak percaya, sebab sejauh ini ada sekitar 7 PK yang masih menjabat sebagai Plt. Ia pun menambahkan, apa yang menjadi tuntutan para PK tidak mendasar karena berbagai kegiatan kemasyarakatan gencar dilakukan terutama dalam hal penanganan Covid-19.

“Soal PK yang membuat mosi tidak percaya, saya ragu sebanyak itu. Karena, ada sekitar 6 sampai 7 PK yang menjadi Plt. Padahal, sebagai bagian dari rasa peduli Ketua DPD Pak Eka Supria Atmaja kepada PK, ia buat kebijakan memberikan intensif bantuan senilai Rp 1 Juta perbulan per PK. Waktu Idul Adha kemarin, Ketua DPD pun menyalurkan bantuan hewan qurban Kambing satu ekor per-PK,” bebernya, dilansir dari rmoljabar.id, Rabu (26/8).

“Terus, parameter loyonya itu dari mana. Selama ini kita melakukan kegiatan – kegiatan dalam hal membantu penanganan Covid-19. Seperti pembagian masker, Hand Sanitizer, pembagian sembako dan lain sebagainya. Memang agenda kepartaian belum kita laksanakan. Seperti pelantikan, Rapim, dan Rakerda, masalahnya karena saat ini masih terkendala Covid, PSBB yang melarang kerumunan,” imbuhnya.

Meski belum dilantik, namun secara De Facto dan De Jure kepengurusan DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi periode 2020 – 2025 sudah bisa menjalankan roda organisasi lantaran telah memiliki Surat Keputusan (SK) dari DPD Partai Golkar Jawa Barat yang dikeluarkan tertanggal 19 Mei 2020.

Lalu, Arif juga menyayangkan soal tudingan PK yang menyebut pelaksanaan Musda yang dilakukan beberapa waktu lalu tidak sah, padahal saat itu para PK-lah yang ikut menyetujui agar penyebutan tingkat pengambilan keputusan tertinggi Partai Golkar Kabupaten Bekasi berbentuk Musda bukan Musdalub.

“Soal Musda kenapa harus Musda dan bukan Musdalub, memang masa bakti kepengurusan sebelumnya masih berjalan, itu sudah menjadi kesepakatan forum tertinggi dengan pertimbangan efisiensi sampai 2020, karena kepengurusan sebelumnya hanya empat tahun dari 2016 sampai 2020. Dan keputusan pelaksanaan Musda yang dilakukan tahun 2020 ini telah disahkan oleh Provinsi, termasuk sudah disepakati bersama oleh para PK yang hadir. Menjadi aneh ketika kembali dipersoalkan karena ini bagian yang sudah kita sepakati,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan