BOJONGSOANG – Mejelang peringatan hari kemerdekaan dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Polresta Bandung menggelar Safari Kamtibmas dalam rangka menangkal penyebaran paham radikalisme, Terorisme dan Intoleransi.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Hendra Kurniawan, S.I.K mengatakan, digelarnya acara safari kamtibmas ini untuk memberikan pesan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga ketertiban.
’’Jadi seluruh masyarakat harus paham dan terhindar terhindar dari paham-pahan Radikalisme, Terorisme dan intoleransi yang merusak dan memecah belah persatuan,’’kata Hendra kepada Jabar Eskpres, (9/8).
Meski keweangan penanganan terorisme ada pada Densus 88, Polresta Bandung akan selalu berkoodinasi terhadap setiap informasi apapun yang ada diwilayah hukumnya.
Pihaknya selalu mengedepankan tindakan preventif yaitu dengan mendatangkan secara langsung orang-orang yang terkena paham radikalisme.
Selain itu, pada acara ini ada dua narasumber, yakni orang tua dari William Maksum, yang menyatakan anaknya sudah kembali ke NKRI.
’’Pada prinsipnya, mereka menyatakan kalau mereka terpapar itu karena ada doktrin-doktrin dari seniornya. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih berhati-hati memilih pembimbing agamanya,” ungkap.
Sementara itu, orang tua narapidana terorisme Wiliam Maksum, Ade Suherman mengatakan, orang tua berperan untuk menjaga dan mendidik anaknya.
Walaupun anaknya sudah berumah tangga, tapi orang tua wajib mengawasi, sejauh mana anak bergaul. Karena, manakala anak terjerat dalam kegiatan yang melanggar aturan, maka tetap saja orang tua akan terbawa-bawa.
“Makanya, kewajiban orang tua tidak ada batasnya,” ujar Ade.
Ade menjelaskan, pendidikan pertama anak adalah orang tua, kemudian sekolah yang memiliki beberapa tingkatan untuk memanusiakan manusia. Selanjutnya, adalah lingkungan baik lingkungan masyarakat, pekerjaan dan organisasi.
“Kepada orang tua, harus selalu memantau bukan hanya anaknya tetapi juga lingkunganya. Jika, ada pemahaman yang menyimpang, maka harus dikoordinasikan dengan pihak yang berwajib,” jelasnya.
Menurutnya, penanganan radikalisme itu tidak bersifat kuratif yaitu berbentuk penangkapan, tapi secara berdiskusi atau berdialog secara kekeluargaan dan sosial ekonomi.
“Kadang-kadang yang ekonominya lemah, mendapatkan iming-iming, kemudian tergiur. Makanya, kita melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk bagaimana bersama-sama mengawasi agar pergerakan keagamaan tidak menjurus kepada radikalisme,” tandasnya. (yul/yan)