Adang juga berharap, dengan tertangkapnya Djoko Tjandra maka Polri harus mampu menggali semua persoalan, kejadian yang lalu. Misalnya mengapa menjelang putusan Mahkamah Agung (MA), dia bisa tahu dan lari ke luar negeri. Mengapa dia dengan mudah mendapatkan paspor baru.
“Penegak hukum harus terbuka dan transparan. Banyak hal-hal yang harus dilakukan Polri bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya, apabila ingin kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum di Indonesia semakin baik,” ungkapnya.
Diketahui, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap kasus ini ke Mahkamah Agung (MA). Pada 11 Juni 2009, MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Djoko.
Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan.
Sebelumnya, anak buah Kapolri Idham Azis yang ditunjuk sebagai ketua tim penangkapan Djoko Tjandra yakni Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit mengungkapkan, penangkapan buronan Djoko Tjandra di Malaysia. Ada kerja sama antara Polri dengan Kepolisian Malaysia hingga Djoko Tjandra berhasil ditangkap.
Listyo menjelaskan, mulanya Kapolri Jenderal Idham Azis memerintahkan untuk mencari Djoko Tjandra. Kemudian, Polri mencari informasi keberadaan buronan tersebut di Malaysia hingga berhasil ditangkap dan dibawa pulang ke Indonesia pada Kamis malam (30/7).
Diketahui, Djoko Tjandra sempat berada di Indonesia tanpa terdeteksi aparat penegak hukum dan pihak keimigrasian. Bahkan, dia sempat membuat e-KTP dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni.
Kemudian, Djoko Tjandra berhasil keluar dari Indonesia menuju Malaysia. Menurut penuturan pengacara, Djoko Tjandra sakit dan berobat di Malaysia.