JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah pemerintah yang akan memberikan stimulus kepada industri pers dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, pers yang menjadi garda terdepan dalam memerangi hoaks Covid-19, yang semakin hari semakin menyeramkan.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, stimulus itu diantaranya menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran, penundaan atau penangguhan beban listrik, keringanan cicilan pajak korporasi menjadi 50 persen.
Kemudian, membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp200 juta per bulan, hingga mengalihkan anggaran belanja iklan layanan masyarakat kementerian dan lembaga negara kepada media lokal.
“Stimulus tersebut harus segera dieksekusi, sehingga industri pers tak mati lantaran pandemi COVID-19. Dukungan pemerintah terhadap pers menunjukkan keseriusan untuk memfasilitasi penyediaan informasi yang akurat kepada masyarakat,” kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa, (28/7/2020).
“Dari mulai stigma negatif terhadap tenaga medis hingga penolakan rapid dan swab test menjadi wajah muram betapa hoaks malah dipercaya masyarakat,” sambungya.
Mantan Ketua DPR RI yang juga pernah menggeluti dunia jurnalistik ini menilai tantangan terbesar yang dihadapi media massa saat ini bukan lagi bersumber dari otoriter negara. Melainkan para buzzer di media sosial yang memproduksi hoaks dan hate speech sesuai pesanan.
Namun demikian kata Bamsoet, media tak boleh kalah, media harus tetap membuktikan diri sebagai rujukan utama masyarakat dalam mendapatkan informasi yang akurat.
“Posisi media massa khususnya media siber di Indonesia masih tetap eksis di tengah gempuran para buzzer. Riset lembaga Edelman Trust Barometer 2019 terhadap 26 negara memperlihatkan hanya 4 negara yang rakyatnya masih percaya terhadap media massa, yakni China (76 persen), Indonesia (70 persen), India (64 persen), dan Uni Emirat Arab (60 persen),” urainya.
Rakyat di negara-negara besar justru tak menaruh kepercayaan tinggi terhadap media massa. Misalnya Rusia dengan tingkat kepercayaan 26 persen, Turki 27 persen, Jepang 35 persen, Inggris 37 persen, maupun Amerika Serikat 48 persen. (ant)