“Contohnya, orangtua dari para ahli waris menghibahkan atau memberikan tanahnya kepada negara untuk dijadikan sekolah. Namun, beberapa tahun kemudian ahli waris menggugat atas tanah tersebut. Harusnya waktu itu langsung dibuatkan sertifikat kepemilikan tanahnya. Kalau pemerintah tidak memiliki bukti, sangat rawan gugatan,” ungkapnya.
Dia menyebut anggaran untuk sertifikasi tahun ini mencapai Rp 500 juta. Namun lantaran terjadi pandemi Covid-19, anggaran berubah menjadi Rp 300 juta. “Sebenarnya hitungan anggaran untuk sertifikasi sudah ada dari BPN. Namun, kami anggarkan sesuai kemampuan keuangan daerah,” ujarnya.
Sehingga sertifikasi tanah untuk tahun ini, kata dia, akan difokuskan pada lahan komplek Perkantoran Pemkab Bandung Barat di Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah yang memiliki luas hingga 60 hektar.
Meski demikian, pada prinsipnya pemerintah akan mendahulukan bidang tanah yang sudah memiliki kelengkapan dokumen. “Tanah yang akan kita sertifikatkan tersebar di 16 kecamatan, namun yang terbanyak di Ngamprah dan Padalarang. Tapi sesuai arahan pak bupati, sertifikasi tahun ini kita fokuskan pada lahan komplek perkantoran Pemkab di Ngamprah,” ujarnya.
Asep menjelaskan, Pemkab Bandung Barat memiliki aset dari berbagai sumber, di antaranya aset eksisting hasil pelimpahan dari Kabupaten Bandung, aset hasil pembelian yang bersumber dari APBD. Selain itu, aset lainnya yang sah dari hibah pemerintah pusat atau masyarakat serta hasil dari putusan pengadilan atau hasil kerja sama.
“Aset tanah milik Pemkab Bandung Barat hampir 50 persennya merupakan pelimpahan sedangkan sisanya hasil pengadaan. Pengadaan lahan terbanyak di Kecamatan Ngamprah karena wilayahnya dijadikan pusat pemerintahan. Ada 520 bidang tanah di sana,” jelasnya.
Asep menambahkan, Pemkab Bandung Barat memiliki nilai total aset sebesar Rp 3,8 triliun. Angka itu muncul berdasarkan penghitungan oleh BPK. Aset tersebut terdiri dari aset fisik dan non fisik. “Nilai total aset itu berdasarkan hasil audit dari BPK di tahun 2018,” katanya.
Meski demikian, setiap barang aset yang digunakan dipastikan akan mengalami penyusutan seperti, kendaraan, peralatan mesin dan alat kantor atau mebeler. Namun tidak berlaku untuk tanah, sehingga nilainya akan terus bertambah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah tersebut.