Edi juga menganggap amburadulnya data penerima bansos menjadi salah satu bukti ketidakmampuan Pemprov dalam membereskan data alokasi bansos bagi warga terdampak pandemik.
“Kondisi data yang masih semrawut dipakai dasar untuk melakukan kegiatan pembelanjaan, merupakan sesuatu yang membahayakan, karena dapat menimbulkan banyak kerugian,” bebernya.
Ia mengatakan, ini membuktikan carut marutnya pendataan yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat/Gubernur. Pemprov tidak mampu membereskan data untuk alokasi bansos dampak Covid-19.
“Pemprov Jabar ceroboh. Data belum tertib sudah melakukan pembelanjaan. Sehingga timbul gejolak di masyarakat akibat distribusi bantuan tidak tepat sasaran. Selain itu menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan, kantor pos dan pemerintah desa dalam distribusi bantuan sehingga mengakibatkan penumpukan bansos dibeberapa tempat,” pungkasnya. (mg1/yan)