Dewan Tafkir Persis: RUU Cipta Kerja Harus Dikawal untuk Kemajuan Usaha Kecil

BANDUNG – Ketua Dewan Tafkir PP Persatuan Islam (Persis), Muslim Mufti mengapresiasi semangat memangkas perizinan bagi usaha kecil dan menengah dalam RUU Cipta Kerja.

Meski ada klaster yang ditunda pembahasannya, kata dia, Persis menilai rancangan undang-undang ini memberi harapan bagi pemulihan ekonomi pasca krisis akibat Covid-19.

“Diperlukan usaha keras untuk terus mengawal RUU Cipta Kerja ini. Tentu agar pasal-pasal yang memang akan memajukan usaha masyarakat dapat terjaga. Sementara yang dirasa kurang, sebaiknya dikoreksi,” kata Ketua Dewan Tafkir PP Persatuan Islam (Persis), Dr. Muslim Mufti, di Bandung (30/4).

Menurut Muslim, terkait masalah atau pasal-pasal yang dianggap harus segera dikoreksi, dapat benar-benar dikaji dari berbagai aspek.

“Kita harus ikut memantau pembahasannya di DPR RI, memberi masukan secara jernih dan berpikir untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan. Apalagi kita tahu, akibat Covid-19 ekonomi dunia, termasuk kita sangat berat kondisinya,” menurut Mufti.

Kendati demikian, pihaknya mengaku sudah melakukan sejumlah kajian antara lain melalui Focus Group Discussion (FGD) secara virtual April 2020 ini.

Diskusi Dewan Tafkir Pimpinan Pusat Persatuan Islam (DT PP Persis) bertema ‘Urgensi UU Cipta Kerja bagi Kemajuan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat’ dengan menghadirkan pembicara pakar hukum Aay Muhammad Furkon dan Iqbal Hasanudin, selain Mufti sendiri.

Dalam diskusi yang juga dihadiri Himpunan Mahasiswa (HIMA), Himpunan Mahasiswi (HIMI), Pemuda dan Pemudi PERSIS, serta praktisi UMKM itu disebutkan bahwa Omnibus Law merupakan metode untuk mengintegrasikan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih di berbagai kementerian dan lembaga menjadi satu.

“Hal ini kami anggap penting. Atau dengan kata lain, undang-undang yang mengatasi tumpang tindih seperti ini, urgen. Karena selama ini, banyak persoalan muncul dari tumpang tindih tersebut,” imbuhnya.

“Birokrasi kita ruwet, aturan tumpeng tindih, potensi korupsi di mana-mana, sehingga mislanya, investor banyak yang kabur atau malas menanam modal di sini,” papar pria yang juga tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Fisip UIN Sunan Gunung Djati Bandung itu.

Sementara itu, Aay Muhamad Furkon menjelaskan bahwa proses RUU Cipta Kerja, dinilai sudah melalui tahapan sebagaimana ditetapkan oleh UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan