BANDUNG – Ditengah wabah pandemi Covid-19, salah satu siswa SMAN 5 Bandung menginisiasi sebuah gerakan yang dinamakan Bagi Satu Ajak Dua. Gerakan ini bertujuan untuk membantu orang-orang yang terkena dampak ekonomi dari krisis Covid-19 yang saat ini sedang terjadi.
Co-Founder Gerakan Bagi Satu Ajak Dua, Rakean Raya A mengatakan, gerakan ini awal mulanya muncul dari diskusi keluarga.
“Pertama kali bikin gerakan ini muncul dari diskusi-diskusi sama keluarga, khususnya sama ayah yang punya gagasan awalnya. Kita juga pengen ini jadi ikhtiar kita untuk berkontribusi dalam kondisi sekarang. Setelah itu dikembangin sampai bisa jadi video,” ujar Rakean, kepada Jabar Ekspres, Kamis (2/4).
Ajakan tersebut dibuat dalam bentuk video. Video yang berdurasi 5 menit 16 detik itu diunggah ke youtube Bantu Satu Ajak Dua sejak lima hari yang lalu. Video tersebut sudah dilihat oleh lebih dari 161 ribu viewers. Dalam videonya, Rakean memaparkan bahwa saat ini sedang berada di dalam krisis global yang menjadi dampak dari adanya virus korona.
Lebih lanjut dia mengatakan, pandemi Covid-19 bisa diminimalisir dampaknya dengan karantina di rumah masing-masing atau bahkan bekerja secara daring di rumah atau work from home (WFH).Namun sayangnya meskipun ingin, tidak semua orang dapat melakukannya.
“Masalahnya untuk membantu semua orang agak susah buat bergantung pada satu instansi meski sekuat pemerintah atau sehebat NGO (Non Government Organization). Karena masalahnya kompleks dan jangkauannya luas. Jadi untuk memastikan bisa membantu semua orang, ya kita harus bergantung sama semua orang,” ungkap Rakean dalam videonya yang berjudul Bantu Satu Ajak Dua itu.
Pada pelaksanaannya, gerakan ini mengharuskan seseorang untuk mencari orang lain di sekitar. Kemudian nantinya akan dibantu (Ajak Satu). Seseorang tersebut akan membantu orang lain dengan menjamin kebutuhan pokoknya selama 14 hari kedepan, sehingga orang tersebut bisa tinggal di rumah.
Hal tersebut kata Rekean, kemungkinan akan menimbulkan rasa harus mengeluarkan uang yang sangat banyak. Namun kata dia, harus diingat bahwa para tenaga kesehatan rela mempertaruhkan nyawanya di garis depan.