Tersumbatnya ruang yuridik ini akan memperlamban penanganan dan penanggulangan Covid-19 maka harus ada solusi konstiusional dalam rangka membuka kanal tersebut, sementara pemerintah harus secepat mungkin mengakselasi penanganan dan penanggulangan Covid-19, jika harus menggunaan pola perubahan UU Penanggulangan Bencana dan/atau UU APBN Tahunan Anggaran 2020 maka membutuhkan pembahasan telebih dahlu.
Berkaca dari hal di atas, sebaiknya Presiden segera menggunakan Pasal 12 dan Pasal 22 UUD 1945. Sehingga dapat menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu.
Sebab, Pasal tersebut tidak hanya dilihat dalam dalam perspektif security approach, terkait darurat sipil, militer, dan perang”, namun harus juga dibaca dalam perspektif non security approach, seperti saat ini krisis Covid-19. Dengan demikian “state of civil emergency”, “de staat van beleg” (state of emergency).
Sama artinya dengan jenis-jenis keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam UU No.23 Prp Tahun 1959, ancaman bahaya dalam keadaan darurat dapat timbul karena bencana nonalam seperti Covid-19.
Keadaan darurat yang menunjukan keadaan ‘bahaya’ ini dapat dilihat dalam 3 (tiga) perspektif. Di antaranya adalah Pertama, adanya kepentingan yang mendesak dan memaksa untuk melakukan penanganan dan penanggulangan, karena terdapat ratusan korban yang terpapar serta puluhan warga meninggal dunia.
Kedua, ada unsur keterbatasan waktu bagi pemerintah untuk menangani dan menanggulangi, karena dengan jumlah penduduk dan luas wilayah bahkan Indonesia yang keberadaanya sebagai Negara yang memiliki 17.504 pulau,
Ketiga, keadaan merupakan kebutuhan yang mengharuskan negara melakukan penyelesaian secara cepat, karena Covid-19 bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan diseluruh Dunia yang gaya penyebarannnya sangat masif.
Sehingga dalam rangka melindungi segenap warga negara, dengan semangat konstutusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”, maka Perpu sangatlah legitimid.
Adapun Perpu sebagaimana dimaksud menyatakan keadaan darurat yaitu Pertama, untuk menanngani bencana nonalam penyebaran Covid-19.