NGAMPRAH– Tudingan yang dilayangkan oleh seorang warga bernama Saeful Rahman di RT 03/RW 08 Desa Cilame Kecamatan Ngamprah, soal retakan rumahnya akibat proyek pembangunan gedung DPRD KBB tanpa ada sosialisasi dibantah keras oleh pihak pengembang proyek.
Humas PT AMKA-LTM selaku pengembang proyek, Asep Adam memastikan, sebelum pembangunan berlangsung, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Menurutnya, proses sosialisasi terkait pengerjaan proyek tersebut sudah dilaksanakan sebelum proyek berjalan pada Agustus 2019 lalu.
“Pada saat sosialisasi hadir, di antaranya perwakilan dari Pemkab Bandung Barat, kontraktor, Muspika dan perwakilan warga dari RW 08, bapak Ade,” kata Asep di Ngamprah, Rabu (29/1).
Bahkan, kata Asep, proses komunikasi pun selalu dilakukan oleh pihak dari PT AMKA-LTM dengan adanya pertemuan bulanan bersama warga di tiga RW terdampak.
Selain itu, lanjut dia, kompensasi atau kerahiman sudah berjalan sejak awal proyek berjalan melalui pihak RW. Kemudian pengalokasian tenaga kerja yang melibatkan warga sekitar, terutama tiga RW terdampak sesuai amanat pertemuan sosialisasi yaitu RW 7, 8 dan 14. “Sebagian besar warga merasa senang dengan adanya proyek karena mendapat pekerjaan dan keuntungan lainnya,” katanya.
Sebelumnya, Saeful menuding pihak pengembang tak pernah melakukan sosialisasi kepada warga yang mengakibatkan rumah miliknya saat ini retak akibat pembangunan gedung DPRD.
“Akibat pembangunan gedung DPRD ini, rumah saya retak-retak. Kami juga menyayangkan pihak pengembang atau siapapun tidak ada koordinasi kepada masyarakat. Sekarang kalau sudah begini, ya masyarakat lagi yang dirugikan,” sesal Saeful.
Saeful bersama masyarakat yang terdampak pembangunan gedung dewan, sudah mengajukan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada pengembang.
“Saya juga menanyakan amdal (analisis dampak lingkungan) ke RT dan RW, bahkan sampai ke DPRD. Tapi, sampai sekarang belum ada tanggapan,” katanya.
Kendati begitu, dirinya mendukung dengan adanya pembangunan gedung dewan. Namun, yang disayangkan olehnya dan warga lainnya, PT Amarta tidak ada koordinasi dengan masyarakat yang terdampak.
“Jumlah masyarakat yang tedampak ada sekitar 52 kepala keluarga (KK), mereka mengajukan ganti rugi kerusakan rumahnya,” sebutnya. (drx)