BANDUNG-Pengamat Pendidikan Muhammad Ramli Rahim, menilai terlalu beberat dan membebankan siswa dengan sistem kurikulum yang diberlakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia saat ini.
Sebagaimana diketahui, kurikulum yang dicanangkan oleh Kemendikbud itu mewajibkan siswa SMP belajar 14 mata pelajaran. Sedangkan di SMA sebanyak 15-16 mata pelajaran. Ramli menyebut, kurikulum pendidikan di Indonesia ini dinilai terlalu berat dan kaku, sehingga pola pengembangannya cukup sulit menghasilkan sesuatu yang baik. “Jumlah mata pelajaran terlalu banyak. SMA 16 mata pelajaran, SMP 14 mata pelajaran, yang wajib 11. Ini terlalu berat buat siswa, dan gurunya pun tidak efektif,” ujar Ramli, yang juga Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia periode 2016-2021 ini, Kamis (16/1), dilansir dari indozone.co.id.
Menurut Ramli, kurikulum pendidikan yang terlalu berat ini arahnya tidak jelas. Pendekatan yang dilakukan pemerintah pun dinilai semakin tidak jelas. Karena itu, ia meminta agar kurikulum diubah menjadi lebih fleksibel.
“Karena tingkat perubahaan zaman terlalu cepat. Kalau dulu puluhan tahun atau ratusan tahun baru berubah, sekarang lima sampai 10 tahun saja berubah signifikan. Kalau begitu-begitu saja ya tidak bisa,” katanya.
Kurikulum fleksibel yang dimaksud Ramli adalah dengan mengurangi mata pelajaran. Menurutnya, SMP cukup lima mata pelajaran, SMA enam mata pelajaran dan tidak ada penjurusan IPA dan IPS lagi. Kemudian selebihnya adalah ekstrakurikuler atau mata pelajaran pilihan.
“SMK tidak perlu tiga sampai empat tahun belajar, tapi fokus pada skill, sehingga apabila dalam dua tahun mahir harusnya sudah tamat. Kenapa? Karena namanya SMK, Sekolah Menengah Kejuruan,” kata pria kelahiran Maros ini.
Kurikulum yang terlalu berat itu membuat Ramli mempertanyakan modal yang akan dimiliki siswa setelah lulus sekolah. Pada anak Sekolah Dasar misalnya, modal bahasa Inggris, bahasa darah, dan perilaku tidak begitu baik.
“Problem solving mereka rendah, tamat SMP kalau ada 1 persen yang bisa bahasa Inggris dengan baik itu sudah sangat baik. Matematika rendah, literasi rendah, hampir semua proses pendidikan kita gagal,” pungkas Ramli. (bbs/tur)