BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan tiga solusi guna meningkatkan pelayanan publik dan pemerataan pembangunan di Jabar.
Hal ini dikatakan ketika menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (19/12).
Solusi pertama adalah pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan penduduk nyaris 50 juta jiwa, kata Emil –sapaan Ridwan Kamil, 27 pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memberikan pelayanan publik secara optimal.
Dia mencontohkan Kab. Bogor yang berpenduduk sekira 5-6 juta, tapi hanya dipimpin oleh satu Bupati. Sedangkan, salah satu provinsi di Indonesia yang berpenduduk kurang dari 5 juta jiwa dipimpin oleh satu gubernur dan 17 pemerintah daerah kabupaten/kota.
“Yang sudah siap (DOB) sudah banyak, kalau pakai rasio di Jawa Timur harusnya di Jawa Barat itu 40 daerah. Saya dengar dari pusat, (DOB) banyak yang gagal. Tapi, saya bilang definisi yang kurang berhasil itu di luar Jawa karena SDM (Sumber Daya Manusia), dan lain-lain. Tapi, di Jawa Barat ini secara SDM sangat siap,” kata Emil.
“Kami buktikan (Kab.) Banjar dan (Kab.) Pangandaran. Ini adalah DOB baru yang selalu mendapat penghargaan. (Itu) menandakan dua DOB kami yang namanya Pangandaran dan Banjar adalah wajah keberhasilan dari pemekaran wilayah. Bahkan, Pangandaran saya laporkan tingkat penganggurannya terendah seluruh Jawa Barat.”
“Sehingga opsi satu, kami mohon agar ada perjuangan politik agar rakyat kita bisa kita layani lebih cepat,” tambahnya.
Apabila pemekaran tingkat dua tidak dapat dilakukan, pemekaran desa dapat menjadi solusi selanjutnya. Emil pun meminta desa-desa di Jabar yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak agar dapat dimekarkan.
“Jika daerah tingkat duanya tidak bisa, mohon desa-desa kami juga karena jaraknya besar-besar, penduduknya banyak, bisa dimekarkan, sehingga kesejahteraan dan pelayanan bisa lebih dekat,” ucapnya.
Solusi yang terakhir adalah keadilan fiskal. Hal itu berkaitan dengan kebijakan anggaran pemerintah pusat, yang mana besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah ditentukan oleh jumlah daerah, bukan jumlah penduduk.
“Jadi, penduduk kami lebih banyak tapi dukungan dari pusat kita bisa gapnya Rp 15 triliun lebih sedikit. Jadi, satu orang di Jawa Timur itu dibiaya Rp 1 juta per kapita per orang oleh pusat, warga Jawa Barat hanya Rp 600 ribu,” kata Emil.