Nasib Pemilu Serentak 2024 di Tangan DPR

JAKARTA – Legislatif diharapkan mampu meracik mekanisme pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2024 secara proporsional. Beban penyelenggara pemilu serta pendidikan politik kepada masyarakat perlu menjadi pertimbangan. Apapun hasilnya, diharapkan menjadi yang terbaik bagi rakyat.

Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin sepakat jika adanya pemisahan. Baik legislatif-eksekutif maupun nasional-lokal. Hanya saja, setiap keputusan harus didasarkan kepada kepentingan rakyat dan kemajuan pembangunan. “Saya sepakat saja, yang paling utama bukan kepentingan partai. Perlu diperhatikan pendidikan politik masyarakat. Bagaimana masyarakat sebagai pemilih bisa melihat program dan visi-misi peserta pemilu secara jernih,” bebernya.

Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing berpandangan lain. Ia justru menyarankan, jika mekanisme pemilihan nantinya dibagi dua jenis. Yakni pemilihan eksekutif yang meliputi presiden dan wakil presiden dan legislatif. Yakni, DPR RI dan DPRD kabupaten/kota dan Provinsi.

Dengan dipisahnya pemilihan opsi tersebut, partai dipastikan akan lebih dinamis dalam menentukan koalisi. Masyarakat juga tidak akan terpecah belah ketika pemilihan berlangsung. Karena partai dari pusat hingga daerah bebas menentukan koalisi berdasarkan kepentingan. “Hanya saja, yang terbaik adalah bukan kepentingan partai. Tapi kepentingan rakyat. Partai yang konsisten terhadap koalisi akan terlihat. Partai yang zig-zag juga akan terlihat. Masyarakat juga bisa menilai,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyarakan jika waktu penyelenggaraan dibedakan menjadi nasional dan lokal, ada jeda 2,5 tahun. “Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota,” terang Syamsudin. Menurutnya, dengan jeda 2,5 tahun atau 30 bulan, ada evaluasi setiap gelaran pemilu untuk melakukan perbaikan untuk penyelenggaraan berikutnya.

“Dengan demikian setiap dua setengah tahun bisa evaluasi. Menilai kembali hasil pemilu lokal pada saat pemilu nasional, atau sebaliknya. Menilai hasil pemilu cukup penting supaya pemimpin-pemimpin hasil pemilu lebih akuntabel,” imbuhnya.

Menggelar pemilu serentak hanya setiap lima tahunan, menurut dia, membuat masa terlampau panjang. Ditambah lagi dengan pemilihan umum serentak yang digabungkan keseluruhannya akan membuat semuanya bertumpuk.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan