Jabar Disebut Provinsi Intoleran

Adapun korban yang menjadi objek pelanggaran kebebasan beragama tertinggi dialami oleh Ahmadiyah. Kemudian diikuti korban dari aliran keagamaan.

“Korban teratas ada Ahmadiyah sebanyak 554 kasus, aliran keagamaan 334, umat Kristen 328, individu 314, Syiah 153, warga 139, umat Islam 79, umat Katolik 51, Gafatar 49, pelajar dan mahasiswa sebanyak 42 kasus,” ucap Halili.

Setara mendorong pemerintah memberikan jaminan untuk kebebasan beragama. Setara juga berharap kasus kriminalisasi dan intoleransi dapat berkurang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mix-method research) kualitatif dan kuantitatif dengan mengkombinasikan desk study dan field study. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan diskusi kelompok, wawancara mendalam dengan berbagai otoritas negara, tokoh, minoritas dan korban, serta analisis dokumen dan pemberitaan media.

Sementara itu Komisoner Komnas HAM Jayadi Damanik mengatakan, berdasarkan laporan-laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) Kasus-kasus kekerasan, intoleransi atau pelarangan dalam kegiatan beragama, kerap terjadi di Jawa Barat.

Menurut laporan terbaru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jawa Barat masih memiliki 46 kebijakan yang diduga melanggar KBB dan diskriminatif.

Sebanyak 19 kebijakan terbit di tiga kabupaten; Tasikmalaya, Cianjur dan Kuningan. Sedangkan di tiga kota: Bogor, Bekasi dan Bandung, terbit 27 kebijakan.

Data ini menunjukkan pemerintah kota di Jawa Barat produktif dalam menerbitkan kebijakan-kebijakan keagamaan yang melanggar hak atas KBB ketimbang pemerintah kabupaten.

“Pemerintah Kota pun masih terjebak dalam budaya sektarian,”  cetus dia.

Salah satu penyebab utama lahirnya kebijakan yang melanggar KBB adalah kuatnya tekanan dari kelompok intoleran yang tidak menghendaki keberadaan kelompok atau identitas keyakinan tertentu untuk hidup bersama.

Kelompok-kelompok ini dapat berupa organisasi keagamaan maupun himpunan massa yang mengatasnamakan agama tertentu.

Modus dan alasan yang digunakan kelompok-kelompok tersebut cukup beragam, antara lain berdemonstrasi, lobi ke pemangku kebijakan, penggalangan opini publik, intimidasi langsung kepada kelompok korban, hingga tindakan kekerasan secara langsung. (fin/yan)

Tinggalkan Balasan