BANDUNG – Peringatan Sumpah Pemuda kali ini dirayakan berbeda oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, yakni dengan meluncurkan kampanye #SenyumKarena di SMK Negeri 11 Kota Bandung, Senin (28/10/19). Kampanye tersebut mendorong ekosistem di sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, sampai penjaga sekolah, untuk berbagi pengalaman positif.
Pembenahan pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat melalui Disdik Prov. Jabar sejatinya sudah menyentuh aset fundamental, yakni manusia-manusia di lingkungan pendidikan itu sendiri. Salah satunya dengan meluncurkan Jabar Masagi.
Jabar Masagi merupakan program yang bertujuan menguatkan fondasi generasi muda di Jabar dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Hal itu terlihat dari pengembalian pendidikan budi pekerti yang berdampak pada perilaku sosial.
Peserta didik pun diharapkan dapat menjadi manusia berbudaya yang memiliki kemampuan untuk bisa belajar merasakan (surti/rasa), belajar melakukan (bukti), belajar hidup bersama (bakti/dumadi nyata), dan belajar memahami (harti/karsa).
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dewi Sartika, kampanye #SenyumKarena, merupakan salah satu modul dalam Jabar Masagi. Praktiknya, mendorong semua pihak di sekolah, mulai dari kepala sekolah, siswa, sampai penjaga sekolah, untuk mengingat sekaligus menulis pengalaman-pengalaman yang menggembirakan.
”Ini jadi salah satu rangkaian kita bagaimana menyelesaikan modul-modul untuk Jabar Masagi,” kata Dewi saat menghadiri kampanye #SenyumKarena di SMK Neger 11 Kota Bandung, Senin (28/10).
Menurut Dewi, bentuk ekspresif adalah senyum. Senyum ini bukan senyum baik. Tapi, ini senyumnya karena apa. ”Misal, saya senyum karena melihat kamu cantik. Lebih mengekspresikan kegiatan dalam hati dengan sesuatu yang lebih positif, sehingga siswa lebih kreatif, dan senang di sekolah,” lanjutnya.
Anggota Divisi Pemberdayaan dan Gerakan Tim Jabar Masagi, Sandy Fendrian menyatakan hal serupa. Menurut dia, kampanye #SenyumKarena mendorong semua pihak mengingat pengalaman positif dan membagikannya, supaya semua elemen di sekolah saling memahami.
”Yang jadi latar belakang adalah permasalahan kesehatan mental di kalangan remaja. Sederhananya, masalah kesehatan mental bukan muncul dari pengalaman negatif, tetapi karena banyak remaja yang kesulitan dalam menghargai pengalaman positifnya,” papar Sandy.