Salah seorang juri Antik Bintari, Sip MT, mengatakan, banyak inovator di daerah kesulitan untuk memetakan sebuah inovasi. Padahal, selama ini selalu ada pendampingan khusus.
Meski demikian, dia memandang ada political will dari pemerintah daerah yang mengakomodir isu-isu kebutuhan masyarakat. ”Akhirnya kami para juri tidak melihat seluruhnya apakah inovasi tersebut orisinil atau tidak. Tapi ada poin, sesuai atau tidak dengan kebutuhan dan kebermanfaatannya untuk masyarakat,” papar Antik kepada Jabar Ekspres.
Dengan rutinitas ASN sebagai peserta KIJB, Antik memandang, tidak mudah untuk menciptakan inovasi yang benar-benar orisinil. Sebab, originalitas inovasi memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dan butuh kajian mendalam antara menyelaraskan ide dan kebermanfaatannya untuk masyarakat.
”Perlu litbang khusus untuk menyiapkan sesuatu untuk menjadi sebuah inovasi. Tapi saat ini ASN memang lebih sulit berinovasi,” urainya.
Disinggung mengenai teknis penilaian inovasi di daerah, Antik memandang, beberapa daerah banyak yang menduplikasi namun ada sisi yang diperbaiki atau dipertegas outputnya.
Seperti contoh, layanan Motor Pelayanan SIM Setara On Site Call (Mopeling Sarasa) dari Disdukcapil Kabupaten Sukabumi. Menurut Antik, inovasi ini sudah ada di daerah lain.
”Yang berbeda kebermanfaatannya. Mopeling Sarasa contohnya, lebih membidik manula atau disabilitas yang berada di daerah pelosok yang sulit diakses,” tandasnya. (adv/rie)