”Terkait dengan posisi dinas, sebenarnya sangat strategis, tidak harus melulu semua secara langsung dilakukan oleh dinas tapi bagaimana dinas mengelola sekian banyak stakeholder untuk mengerjakan bersama,” tuturnya.
Kepala Kampus Guru Cikal, Budi Setiawan M.Psi mengatakan, tantangan yang ada selama ini antara kebutuhan guru dan pemerintah itu kerap tidak nyambung. Sebab, pemerintah tidak pernah memetakan kebutuhan guru berdasarkan wilayah.
”Jadi kalau ada program itu hanya turun dari langit. Guru nerima begitu saja. Sehingga tidak menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan yang real dihadapi guru di sekolah,” kata Budi.
Menurut dia, ada empat kunci pengembangan guru. Pertama, kemerdekaan guru. Guru perlu merdeka belajar. Perlu menentukan tujuan mengajar dan lain-lain. ”Dan di Indonesia sendiri, kemerderkaan guru itu tidak ada. Sebab, semuanya diarahkan,” ujarnya.
”Dan Jabar Masagi ini menarik. Sebab, tidak memberikan instruksi, mereka hanya membuka pengumuman untuk guru dan ternyata banyak guru yang datang atas kemauan mereka,” sambungnya.
Menurut dia, seharusnya pemerintah bisa memberikan pola yang sama seperti Jabar Masagi. ”Di Jabar Masagi, bagi saya, guru mendapatkan kemerdekaannya,” tegasnya.
Kedua, kompetensi. Ini menjadi sangat general di antara guru di Indonesia.
Ketiga, kolaborasi. Di sini guru berkesempatan untuk berkomunitasi antar guru, belajar antar guru, hingga berbagi praktik baik sesama guru di luar wilayah. ”Terkait guru, selama ini seratus persen kompetisi. Kolaborasinya tidak ada, gotong royongnya tidak ada,” urainya.
Keempat jenjang karir. Budi mengungkapkan, karir bagu guru saat ini masih sebatas menjadi kepala sekolah. Padaal, banyak hal yang bisa dijadikan pengembangan karir untuk guru itu sendiri. Seperti menjadi penulis dan lain sebagainya.
”Sementara karir itu di zaman sekarang, karir tidak hanya berhenti di kepala sekolah, karir itu bisa menjadi penulis buku, bisa membuat desain pembelajaran juga bagian dari karir. Dan sudah banyak guru-guru yang membuktikan bahwa mereka bisa mengaktualisasikan potensi, bisa menghasilkan pendapatan sendiri dari menjadi penulis buku,” paparnya sambil menambahkan, baru sekitar satu persen guru se-Indonesia yang memaksimalkan potensinya. (mg